Download Aplikasi Rumah247

Surat Tanah Petok D dalam Jual Beli Rumah, Bisa Jadi SHM

Surat Tanah Petok D dalam Jual Beli Rumah, Bisa Jadi SHM

Rumah247.com – Selama ini banyak yang menilai bahwa bukti kepemilikan tanah berupa petok D sudah cukup kuat. Sehingga banyak masyarakat utamanya di kawasan pedesaan yang belum mendaftarkan tanahnya.

Mengutip dari Repository Universitas Airlangga, Petok D hanyalah merupakan tanda pembayaran atau pelunasan pajak hasil bumi sebagai bukti administratif di bidang perpajakan. Oleh karenanya, banyak yang harus menghapus anggapan kalau selama ini Petok D merupakan bukti kepemilikan tanah yang statusnya setara dengan sertifikat tanah. Pasalnya, kondisi tersebut berlaku ketika pemerintah belum memberlakukan Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 Desember 1960.

Setelah berlakunya UU Pokok Agraria, maka petok D menjadi alat bukti kepemilikan tanah yang lemah di mata undang-undang. Keberadaannya hanya berguna sebagai alat bukti pembayaran pajak kepada negara yang dilakukan oleh pengguna tanah. Oleh karena itu, pemilik tanah perlu melakukan pengurusan sertifikat tanah agar bukti kepemilikannya menjadi lebih kuat.

  • Seputar Surat Tanah Petok D1. Apa itu Petok D?2. Surat Tanah Petok D3. Perbedaan Surat Tanah dengan Sertifikat Tanah
  • Surat Tanah Petok D Dalam Jual Beli Rumah
  • Mengubah Surat Tanah Petok D Jadi Sertifikat Hak Milik (SHM)

1. Seputar Surat Tanah Petok D

 

Pada era Pemerintahan Kolonial negara Belanda, dalam melakukan proses pendaftaran hak atas tanah hanya dilakukan pihak Barat. Akan tetapi, jika suatu hak adat tidak melakukan proses mendaftarkan haknya berlandaskan pada Overschrijving Ordonnantie termuat Staatsblad Nomor 27/1834, maka pendaftaran lahan ini disebut Recht Kadaster.

Sayangnya, lahan yang mengikuti hak atas adat dan mendaftarkan tanah terhadap orang yang memiliki kewajiban bayar pajak terhadap tanah, mendaftarkan ini disebut Eriska Kadaster berwujud Surat Pipil, Girik, serta SPPT-PBB, dimana tidak hanya nama dari pemilik tanah. Hal ini dapat ditunjukkan melalui surat tanda bukti melalui orang yang membayar atau subjek pajak wajib pajak bumi.

Baca juga: 3 Jenis Surat Tanah Informal di Indonesia

Namun sesudah Indonesia bebas dari penjajahan Belanda, Pemerintah berusaha dalam melakukan penjaminan kepastian yuridis tentang hak tanah untuk warganya. Ditetapkannya UU No. 5/1960 dan PP No. 10/1961, menjadi landasan guna menjamin suatu kepastian yuridis serta hak tanah. Beberapa diantaranya adalah terselenggarakannya proses pendaftaran tanah pada sejumlah daerah di Indonesia, dan memberikan penjaminan ketetapan yuridis serta hak atas tanah berwujud sertifikat hak.

Dalam hal ini, SPPT PBB atau Surat Petok D dijadikan suatu alat bukti sebagai perikatan tanah serta orang dalam penguasaanya dan bukti lain guna memperkuat kepunyaan hak-hak kepada lahan/tanah.

Petok D merupakan surat keterangan pemilikan tanah dari kepala desa dan camat setempat. Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria berlaku pada 24 Desember 1960, petok D merupakan alat bukti pemilikan tanah. Oleh Ketika itu petok D sama nilainya dengan sertifikat tanah. Sedangkan petok D yang dibuat setelah tahun 1961 hanya merupakan alat bukti pembayaran pajak tanah ke kantor Ipeda. Jadi, bukan lagi berfungsi sebagai alat bukti pemilikan tanah.

Ketentuan mengenai Petok D sebagai bukti pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2/1962 mengenai Surat Pajak Hasil Bumi/Verponding Indonesia atau surat pemberian hak dan instansi yang berwenang. Berdasarkan ketentuan dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa sifat yang dimiliki Petok D adalah hanya sebagai bukti permulaan untuk mendapatkan tanda bukti hak atas tanah secara yuridis yaitu sertifikat hak milik (SHM).

3 Jenis Surat Tanah Informal di Indonesia

Surat Petok D sendiri memiliki fungsi sebagai dokumen pendukung pada saat proses pendaftaran tanah. Pada pedesaan yang belum efektif terselenggaraan proses pensertifikatan pada kantor pertanahan, karyawan pendaftaran tanah dalam hal ini selalu berpedoman petok D untuk tanda terima terhadap kepunyaan hak atas tanah, maka ada kaitannya dari individu dan tanahnya.

Mengacu kepada Pasal 16 ayat (1) PP No. 10/1961, fungsi dari petok D yang digunakan untuk syarat untuk kelengkapan pengajuan sertifikat untuk pengajuan proses pendaftaran tanah jika pada suatu desa belum diadakan proses pengurusan pertanahan.

Tips Rumah247.com Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria berlaku pada 24 Desember 1960, surat tanah petok D merupakan alat bukti pemilikan tanah di Tanah Air. Ketika itu, petok D sama nilainya dengan sertifikat tanah. Namun petok D yang dibuat setelah tahun 1961 hanya merupakan alat bukti pembayaran pajak tanah ke kantor Iuran Pembangunan Daerah atau Ipeda.

Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10/1961, terkait hukum mengenai pendaftaran tanah yang lazim dikenal dengan sebutan sertifikat tanah sah digunakan untuk alat pembuktian yang kuat mengenai pemilik tanah.

Terkait perbedaannya, jika surat tanah hanya sebuah bukti yang menyatakan kepemilikan tanah secara turun temurun, maka sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan tanah yang sudah didata ke dalam buku tanah yang sudah masuk dalam BPN dan diakui negara.

Sertifikat tanah yang dimiliki dapat dimaknakan serta berperanan penting terhadap pemilik hak berkaitan, dan bisa bermanfaat untuk tanda terima hak kepada lahan yang sah. Jika suatu saat terdapat problematika terkait tanah, bisa juga berkedudukan sebagai jaminan pelunasan piutang pada suatu instansi. Maka dari itu, sertifikat tersebut tidak hanya sebagai hak kepunyaan lahan saja, melainkan juga memberi kegunaan kepada lainnya untuk pemegangnya.

2. Surat Tanah Petok D dalam Jual Beli Rumah

 

Saat ini proses jual beli tanah dengan petok D sebagai dasar kepemilikan tanah masih banyak dilakukan dengan jual beli menurut hukum adat. Dengan memenuhi tiga unsur jual beli yaitu tunai, riil dan terang. Kemudian pihak penjual dan pembeli diwajibkan untuk memenuhi syarat administratif yang diserahkan ke Kepala Desa. Berkas yang sudah ada dibawa oleh Kepala Desa dan Perangkat Desa yang lain ke Kantor Kecamatan Kepanjen untuk diserahkan ke Camat Kepanjen selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara untuk dibuatkan akta jual beli.

Meski demikian surat petok D kerap menimbulkan masalah saat hendak melakukan jual-beli tanah karena status kepemilikannya sangat lemah. Sebab seperti yang sebelumnya telah dibahas, setelah diberlakukan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada 24 Desember 1960, aturan petok D tidak berlaku dan hanya dianggap sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah. Untuk menghindari persoalan, Anda sebaiknya segera mengubah surat tanah petok D menjadi SHM. Pastikan juga Anda mempersiapkan dokumen berupa surat keterangan tidak sengketa, untuk memastikan kalau tanah tersebut tidak dalam status sengketa dengan orang lain.

Terlebih UUPA pada pasal 19 ayat (2) huruf c, menjelaskan dalam kaitannya adanya pembuktian kepunyaan hak terhadap lahan melainkan melalui pensertifikatan hak atas tanah, akan tetapi guna memperoleh sertifikat wajib menggunakan cara khusus, dengan menguruskan tanahnya pada kantor Badan Pertanahan Nasional sesuai Peraturan Pemerintah Nomer 10/1961. T

Sebelum terbit UU Pokok Agraria pada tahun 1960, status tanah ini bisa dianggap setara dengan sertifikat kepemilikan tanah. Tetapi setelah terbitnya UUPA, Petok D bukan lagi menjadi bukti kepemilikan yang sah. Mau punya rumah dengan legalitas sertifikat yang aman? Cek pilihan rumahnya di kawasan Cibinong, Bogor dengan harga dibawah Rp 700 jutaan di sini!

3. Mengubah Surat Tanah Petok D Jadi SHM

 

Apabila setelah Anda melakukan pengecekan di kantor Desa/Kelurahan bahwa tanah Petok D adalah warisan dari buyut, maka tanah tersebut dapat diurus menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Berdasarkan Pasal 16 UU No. 5 Tahun 1960 atau UUPA (Undang Undang Pokok Agraria), seluruh tanah yang belum memiliki sertifikat (termasuk juga tanah girik/Letter C) harus didaftarkan konversi haknya ke negara melalui Kantor Pertanahan setempat.

Mengutip dari Badan Pembinaan Hukum Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur tentang syarat dan prosedur pendaftaran tanah. Adapun syarat dan prosedur pengurusan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut.

 Adapun surat yang harus diurus diantaranya adalah:

  • Surat Keterangan Tidak Sengketa, surat ini ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa setempat dan dihadiri oleh saksi-saksi yang biasanya adalah pejabat RT (Rukan Tetangga) dan RW (Rukun Warga) setempat, atau pada daerah yang tidak ada RT/RW akan dihadiri oleh tokoh adat setempat.
  • Surat Keterangan Riwayat Tanah, yang menceritakan riwayat penguasaan tanah dari masa awal hingga saat ini.
  • Surat Keterangan Penguasaan Tanah Secara Sporadik yang berguna untuk memastikan bahwa pemohon menguasai bidang tanah tersebut. Surat ini dibuat oleh pemohon dan diketahui oleh lurah atau kepala desa.

Langkah selanjutnya adalah mengurus surat tanah petok D menjadi Sertifikat Hak Milik atau SHM di kantor Badan Pertanahan Nasional sesuai domisili tempat lahan itu berada. Tahapannya sebagai berikut:

  • Mengajukan permohonan berkas di loket penerimaan dengan melampirkan dokumen berupa:

    Asli girik atau fotokopi letter C/Petok D
    Asli ketiga surat-surat yang telah Anda urus di Kantor Kelurahan (poin 1)
    Bukti-bukti peralihan (jika ada) tidak terputus sampai dengan pemohon sekarang (Surat Keterangan Waris)
    Fotokopi KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga)
    Fotokopi SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) tahun berjalan dengan disertakan bukti pembayaran
    Surat kuasa jika memang pengurusan sertifikat tersebut dikuasakan
    Surat pernyataan sudah memasang tanda batas
    Dokumen lainnya sesuai dengan persyaratan Undang Undang

  • Asli girik atau fotokopi letter C/Petok D
  • Asli ketiga surat-surat yang telah Anda urus di Kantor Kelurahan (poin 1)
  • Bukti-bukti peralihan (jika ada) tidak terputus sampai dengan pemohon sekarang (Surat Keterangan Waris)
  • Fotokopi KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan KK (Kartu Keluarga)
  • Fotokopi SPPT PBB (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan) tahun berjalan dengan disertakan bukti pembayaran
  • Surat kuasa jika memang pengurusan sertifikat tersebut dikuasakan
  • Surat pernyataan sudah memasang tanda batas
  • Dokumen lainnya sesuai dengan persyaratan Undang Undang
  • Setelah berkas permohonan lengkap, petugas Pertanahan akan melakukan pengukuran ke lokasi dengan bantuan pemohon atau kuasanya untuk menunjukkan batas-batas kekuasaan atas tanah tersebut. Pengukuran ini harus disertai dengan surat tugas pengukuran dari Kepala Kantor Pertanahan.
  • Penerbitan Surat Ukur, surat yang berisi hasil pengukuran lokasi yang telah dicetak dan dipetakan di BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan disahkan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pemetaan.
  • Pembayaran BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah) yang wajib dilakukan karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan juga luas tanah.
  • Pendaftaran SK Hak untuk diterbitkan sertifikat.
  • Jika sertifikat telah ditandatangani, maka sertifikat akan dinyatakan selesai dan pengambilan sertifikat dapat dilakukan melalui loket pengambilan Biasanya proses ini memakan waktu kurang lebih 6 (enam) bulan jika tidak ada kekurangan syarat.

Apa itu surat tanah Petok D? Apakah statusnya setara dengan sertifikat tanah? Simak pembahasan mengenai surat tanah Petok D pada video ini

 

Temukan lebih banyak pilihan rumah terlengkap di Daftar Properti dan Panduan Referensi seputar properti dari Rumah247.com

Tanya Rumah247.com Jelajahi Tanya Rumah247.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kamiTanya Rumah247.com Sekarang

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,910FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles