Download Aplikasi Rumah247

Pahami Sertifikat dan Surat Perjanjian, Properti Anda Aman!

Rumah247.com – Yeay! Rumah impian Anda akhirnya terwujud. Harga telah disepakati dengan pemilik rumah dan Anda bisa langsung memboyong keluarga ke rumah baru. Eits, tahan diri dulu. Ada satu proses yang harus Anda pahami dan penting sekali untuk menghindari masalah di kemudian hari, yaitu mengurus sertifikat rumah. Ini juga berlaku saat Anda akan membeli properti lain, seperti ruko, tanah maupun apartemen.

Aspek legalitas saat membeli rumah atau properti adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Saat melakukan pembelian, Anda wajib memeriksa surat-surat rumah atau properti. Hal ini perlu dilakukan agar nantinya Anda tidak mengalami kerugian. 

Nah, akan ada beberapa hal terkait perbedaan sertifikat dan surat perjanjian yang akan dibahas dalam artikel kali ini.

Yuk, langsung saja kita simak pembahasan lengkapnya di bawah ini.

Jenis-Jenis Sertifikat yang Berlaku di Indonesia

 

Untuk memahami pilihan sertifikat yang tepat, Anda perlu memahami sejumlah sertifikat yang saat ini diakui di Indonesia, antara lain girik, hak guna bangunan, hak milik dan hak guna usaha. Saat berniat membeli tanah, Anda mungkin menjumpai status tanah tersebut adalah girik, HGB, SHM, HGU, AJB atau SHSRS. Untuk itulah, berikut penjelasan lengkapnya.

Perlu Anda pahami, girik atau yang juga dikenal dengan istilah petok D hanyalah merupakan surat penguasaan atas lahan. Artinya, pemilik tanah dengan surat girik punya kuasa untuk lahan tersebut dan berfungsi sebagai pembayar pajak. Berdasarkan peraturan di negeri ini, jika Anda ingin mengklaim sebuah properti, maka Anda harus membuktikannya dengan sertifikat. Sertifikat ini menjamin secara hukum bahwa orang yang namanya tercantum dalam sertifikat adalah pemilik yang sah.

Perlindungan hukum dapat dimiliki oleh orang tersebut jika mengalami gangguan dari pihak lain yang ingin mengklaim atau menguasai tanah itu. Tetapi jika sertifikat dari tanah yang Anda incar hanya dilengkapi surat girik, artinya belum ada kepastian hukum yang kuat kalau Anda merupakan pemiliknya. Tanah dengan surat model lama ini umumnya berasal dari tanah hak adat. Pemegang girik biasanya diakui untuk menguasai tanah, tetapi Anda sesungguhnya belum memilikinya.

Melihat statusnya, sertifikat girik memang terkesan tidak menguntungkan bagi pembeli. Tetapi itu anggapan yang tidak seluruhnya benar. Salah satu kelebihan dari lahan dengan surat girik adalah harganya yang cenderung lebih murah dibandingkan lahan yang bersertifikat. Ini merupakan hal yang wajar karena statusnya yang lemah di mata hukum. Jadi ketika Anda menemukan tanah yang harganya jauh dibawah pasaran, sangat besar kemungkinannya lahan ini tidak dilengkapi SHM alias hanya punya surat girik.

Pemegang surat girik dari lahan ini pada umumnya lebih fleksibel untuk diajak kerja sama. Harga bisa dinegosiasikan, metode pembayaran pun bisa disesuaikan dengan kemampuan pembeli. Tidak heran, cukup banyak orang yang tergiur untuk membeli tanah jenis ini meski belum memiliki sertifikat. Lalu apa yang harus Anda lakukan? Anda harus mengurus surat girik tersebut agar bisa diubah menjadi sertifikat hak milik.

Properti dengan sertifikat HGB berdiri di atas lahan yang bukan miliknya sendiri dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian, pemegang sertifikat HGB tidak memiliki lahan, tetapi mempunyai properti yang dibangun di atas lahan ‘pinjaman’ itu. Bangunan tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi, bisnis atau tempat tinggal berbentuk apartemen. Jangka waktu penggunaannya bisa 5,10, 15, 20 hingga mencapai 30 tahun dan bisa diperpanjang setelah masa hak guna bangunan berakhir.

Properti dengan sertifikat HGB ini tepat bagi Anda yang tidak berniat tinggal di satu tempat yang sama untuk periode lama. Maklum, jangka waktu penggunaan lahan memang beragam. Bisa 5, 10, 15, 20, hingga maksimal 30 tahun. Jika masih mau menggunakannya setelah hak guna bangunan berakhir, sertifikat ini harus diperpanjang secara berkala.

Di masa lalu, sebagian besar pemilih tanah-tanah di wilayah Jakarta banyak yang masih memegang status Hak Guna Bangunan. Bagi negara, proses perpanjangan hak atas tanah merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah pada era tersebut. Perubahan kepemimpinan dan situasi politik maupun ekonomi di Indonesia membuat para pemilik sertifikat ini punya kesempatan mengubahnya menjadi hak milik. Hal ini ditegaskan dalam  Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal.

Meski demikian, saat Anda baru membeli rumah dari pengembang, biasanya status rumah tersebut masih Hak Guna Bangunan. Mengapa demikian? Pasalnya, pengembang yang merupakan perseroan terbatas adalah pemilik tanah-tanah dengan status Hak Milik yang merupakan WNI tunggal.

Nah, tanah-tanah yang baru ia beli dari pemilik sebelumnya harus dilepaskan dulu ke negara lalu diajukan kembali menjadi Hak Guna Bangunan atas nama pengembang. Ini sebabnya, saat pengembang memecah sertifikat dan membangun rumah-rumah di atas properti tanah, maka status sertifikat tanah tersebut masih berstatus Hak Guna Bangunan. Selanjutnya, Anda sebagai pemilik rumah dapat mengubahnya menjadi Hak Milik.

Dalam mengurus sertifikat tanah, ada beberapa persyaratan yang harus Anda perhatikan. Simak video berikut ini untuk mengetahui apa saja yang perlu diperhatikan!

Apakah perubahan dari HGB ke SHM ini juga bisa berlaku dengan ruko? Ternyata tidak. Peningkatan status menjadi SHM hanya berlaku untuk rumah tinggal. Anda bisa mengecek peruntukan properti pada surat IMB dari properti tersebut. Adapun dokumen dan persyaratan yang harus Anda penuhi sebagai berikut:

Jika peruntukannya ruko, maka tidak bisa diajukan peningkatan haknya menjadi sertifikat Hak Milik, walaupun pemiliknya adalah warga negara Indonesia perorangan. Tetapi mungkin saja Anda menemukan ada ruko yang statusnya Hak Milik. Sesungguhnya itu kasus khusus. Bisa saja, sebelum pembangunan ruko itu terjadi, tanahnya sudah berstatus Hak Milik, lalu pemilik membangun properti ruko di lokasi itu.

Dengan demikian, hal ini bukan mengubah status Hak Guna Bangunan pada ruko menjadi Hak Milik. Ini juga terjadi dengan tanah kosong yang tidak dapat diubah statusnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Jika ingin diubah menjadi Hak Milik, maka harus ada rumah tinggal.

Inilah alasannya, keberadaan Izin Mendirikan Bangunan sangat penting dalam proses pengajuan permohonan tersebut. Proses peningkatan dari hak guna bangunan menjadi hak milik memang butuh waktu, jika lancar mencapai 1 bulan, bahkan bisa lebih cepat. Namun, memang dibutuhkan kesabaran dan pengorbanan waktu ketika mengurusnya seorang diri.

Jika memang Anda merasa tidak punya banyak waktu, Anda memang sebaiknya minta bantuan Notaris PPAT yang sudah berpengalaman. Jadi, Anda tinggal tahu beres menerima SHM. Namun hal yang harus Anda ingat, tentunya ada biaya lebih untuk notaris ini. Jadi pastikan Anda sudah memasukkannya ke bujet.

Dari penjelasan di atas, jelas sekali keunggulan Sertifikat Hak Milik merupakan sertifikat terkuat karena pemilik lahan dapat memiliki lahan tanpa batas waktu sehingga bisa diwariskan. Artinya, dia juga punya kekuasaan penuh untuk mengelola bangunan dan tanah. Jadi kecuali ada peralihan hak pakai atas tanah hak milik tersebut, pemegang SHM bisa terus memanfaatkan dan memiliki lahan tersebut.

Di Indonesia, ada pula sertifikat Hak Guna Usaha. Jenis ini digunakan untuk mengusahakan tanah yang bukan milik sendiri atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara untuk perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dengan luas minimal 5 hektar. Properti ini tidak dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain, kecuali dibebani dengan hak tanggungan. Jika tertarik memiliki properti jenis ini, Anda hanya dapat melakukan usaha di atasnya paling lama 25 tahun.

Perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU paling lama 35 tahun, misalnya untuk perkebunan kelapa sawit atau tanaman berumur Panjang lainnya. Setelah periode itu lewat, jangka waktu itu dapat diperpanjang kembali hingga paling lama 25 tahun. Tetapi Anda harus berhati-hati. Sertifikat Hak Guna Usaha yang sudah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional bisa dicabut. Hal ini disebabkan pemegang sertifikat tidak memanfaatkan lahan atau menelantarkannya sejak 3 tahun penerbitan sertifikat.

Pada dasarnya, tanah berstatus Hak Guna Usaha merupakan tanah negara yang diberikan izin penguasaannya kepada badan usaha. Untuk dapat memanfaatkannya, badan usaha tersebut juga harus membayar sejumlah biaya ke pemerintah setiap tahun sebagai Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah 11/2010 tentang pengendalian lahan terlantar. Tanah terlantar dapat dihapus haknya, dan tidak akan mendapat Hak Guna Usaha. Hubungan hukumnya tak ada lagi dan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Seandainya sudah dicabut, maka tidak ada kompensasi apapun dari negara kepada badan usaha itu.

 

Pemerintah memang selalu melakukan proses pendataan alias inventarisasi. Dari hasil pendataan tersebut, pemerintah dapat mengetahui bidang-bidang tanah yang telah berstatus Hak Guna Usaha namun tidak digunakan oleh badan usaha. Tanah jenis ini kemudian diusulkan untuk dikategorikan sebagai tanah terlantar. Selanjutnya, berdasarkan keputusan Kepala BPN, badan usaha tersebut dapat mengajukan gugatan bila penetapan tanah terlantar itu dianggap tidak tepat.

Saat ini pemerintah terus menertibkan puluhan ribu tanah terlantar yang akan segera dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat sebagai Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN). Misalnya, pemerintah memberikan puluhan hektar tanah dengan sertifikat kepada instansi pemerintah daerah, TNI, Polri atau Badan Usaha Milik Negara. 

TNI Angkatan Darat, misalnya, akan mendapat sekitar 40 hektar tanah yang merupakan tanah terlantar di Kabupaten Sukabumi dan akan dimanfaatkan sebagai lokasi latihan. Sementara, tanah yang diserahkan kepada Polri berada di Semarang seluas 29,3 hektar dan juga dialokasikan untuk latihan.

Tak hanya berstatus Hak Guna Usaha, tanah-tanah terlantar yang diambil oleh pemerintah juga ada yang berstatus Hak Pakai. Apakah Anda dapat memiliki properti dengan status Hak Pakai? Boleh saja. Syaratnya, Anda adalah warga negara Indonesia atau badan usaha yang didirikan dan beroperasi di dalam negeri. Warga negara asing yang berada di Indonesia juga dapat memanfaatkan properti dengan sertifikat ini.

AJB atau Akta Jual Beli, sebenarnya bukanlah sertifikat melainkan perjanjian jual beli. Jenis sertifikat rumah dan properti ini merupakan bukti sah secara hukum bahwa Anda sudah membeli tanah dan bangunan dari pihak penjual secara luas.

Akta otentik ini dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)  untuk peralihan hak atas tanah dan bangunan. AJB dapat terjadi dalam berbagai bentuk kepemilikan tanah, baik itu Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik.

Pembuatan AJB telah diatur melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) No. 8 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga PPAT hanya mengikuti format baku yang telah disediakan.

Tak hanya rumah atau lahan tapak yang memiliki sertifikat. Untuk Anda yang tinggal di apartemen atau rumah susun, ada SHSRS yang merupakan sertifikat yang berlaku pada kepemilikan seseorang atas rumah vertikal atau apartemen yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama.

Meski sebutannya hak satuan rumah susun, sertifikat ini juga menjadi sertifikat resmi untuk beberapa properti lainnya. Mulai dari perkantoran, kios komersial (bukan milik pemerintah), kondominium, dan flat.

SHSRS dapat dipindah tangankan, bisa dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Jika Anda telah memegang sertifikat ini maka si pemilik punya hak atas tanah menurut persentasenya.

Biaya pengurusan SHSRS mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Terdapat biaya pemetaan tematik bidang tanah yang tarifnya adalah Rp75.000 untuk pemecahan sertifikat skala 1:1.000 yang dihitung per bidang tanah. Selain itu, ada juga pelayanan pendaftaran pemisahan, pemecahan, dan penggabungan yang dihitung dengan tarif Rp50.000 per sertifikat rumah susun subsidi dan Rp100.000 per sertifikat untuk rumah susun non subsidi.

Namun tentunya, jumlah biaya yang dikeluarkan nantinya bisa berbeda, tergantung dari kebijakan pengembang. Oleh karena itulah, saat Anda ditawarkan untuk membeli apartemen, sebaiknya tanyakan hal-hal detail seputar pembayaran sertifikat ini nantinya.

Surat Perjanjian

 

Aspek legal dalam transaksi properti tidak berhenti pada pemahaman soal sertifikat saja. Setelah mengetahui bahwa properti yang Anda incar memiliki status hukum yang jelas, Anda pun harus melakukan ikatan dengan pemilik properti, baik untuk tujuan sewa ataupun jual beli, dalam bentuk surat perjanjian atau kesepakatan. 

Bila salah satu pihak melanggar, maka akan terdapat kompensasi maupun sanksi sesuai perjanjian. Karena itu, hal pertama yang harus dilakukan oleh kedua pihak adalah memahami tujuan dari surat perjanjian ini, sehingga transaksi melibatkan pihak-pihak yang kooperatif dan mematuhi pasal-pasal di dalamnya.

Perjanjian jual beli ataupun sewa-menyewa mendokumentasikan persyaratan transaksi yang dibahas antara pembeli dan penjual, termasuk harga dan metode pembayaran, dua item terpenting dalam transaksi properti. Surat perjanjian untuk transaksi properti bisa saja dibuat oleh agen properti yang Anda libatkan dalam proses menemukan atau menjual properti. Tetapi Anda harus tetap meninjau kembali surat tersebut untuk memastikan bahwa surat tersebut mencakup semua persyaratan yang diperlukan untuk transaksi yang valid.

Perlu diketahui, transaksi properti adalah proses unik dan kompleks. Di dalamnya terdapat uang dalam jumlah besar dan komitmen. Karena itu, tidak ada format tetap yang berlaku secara hukum. Anda dapat menggunakan bahasa yang jelas dan disesuaikan dengan situasi.

Dengan demikian, bahasa dan persyaratan perjanjian dapat disesuaikan untuk setiap transaksi apapun. Tak heran, Anda melihat berbagai format surat perjanjian jual beli atau sewa menyewa di internet. Anda tak perlu mengadaptasi semua pasal, selama kedua pihak merasa bahwa semua kepentingan penjual, pembeli/penyewa sudah termuat dalam surat perjanjian tersebut.

Dalam menyusun surat perjanjian, Anda harus memastikan memiliki data lengkap tentang deskripsi properti. Pastikan data properti sama dengan sertifikat hak milik, hak guna bangunan atau lainnya. Pada transaksi tanah, surat perjanjian juga harus mencantumkan batas-batas properti secara jelas. Misalnya pada utara, barat, timur dan selatan, sebutkan nama properti yang membatasinya.

Anda juga harus cermat selama proses pembuatan surat perjanjian ini. Kesalahan pengetikan bisa membuat proses berlarut-larut karena setiap kata dalam surat perjanjian ini harus benar. Pastikan nama yang terlibat dalam surat perjanjian ini sesuai dengan identitas yang masih berlaku, misalnya mengacu kepada Kartu Tanda Penduduk atau Akta Kelahiran.

Agar tidak terdapat kesalahan pada nominal angka yang berhubungan dengan harga pada transaksi, pastikan terdapat penulisan huruf pada nominal tersebut. Yang juga tidak boleh salah dalam surat perjanjian adalah batas waktu, misalnya batas waktu penyewaan, pembayaran, pengosongan rumah dan lainnya. Pada kasus penyewaan, beberapa penyewa rumah bahkan kadang lalai membuat surat baru jika rumah tersebut akan diperpanjang masa sewanya.

Padahal hal ini penting sekali, agar pemilik rumah tidak memberikannya kepada penyewa baru. Jika masa penyewaan berakhir, ingatlah selalu untuk membuat surat perjanjian sewa-menyewa yang baru. Dengan pemahaman yang sama atas fungsi surat perjanjian, Anda tidak boleh ragu mencantumkan sanksi di dalamnya. Misalnya, dalam proses sewa-menyewa, Anda dapat mencantumkan sanksi tertentu jika uang sewa tidak kunjung dibayarkan.

Atau pada kasus jual-beli, Anda dapat memberikan sanksi tertentu jika pemilik rumah membatalkan sanksi secara sepihak dalam bentuk denda. Konsultasikan dengan agen properti agar Anda tidak dirugikan dalam pasal-pasal tersebut. Surat perjanjian ini juga menjelaskan beberapa hal yang bisa membebaskan Anda, sebagai pembeli dari kewajiban yang memang menjadi tanggung jawab pemilik properti sebelumnya, misalnya iuran kebersihan dan keamanan sampai tanggal pengalihan, biaya pajak dan lainnya.

Contohnya, beberapa hal yang bisa dicantumkan sebagai tanggung jawab pemilik rumah pada surat perjanjian adalah:

  • Pajak penghasilan (PPh) Penjual
  • Pelunasan semua tunggakan rekening telepon, listrik, dan air sampai dengan saat pelunasan
  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun berjalan dan iuran kebersihan serta keamanan
  • Biaya administrasi pengalihan hak dari pengembang Developer

Dalam proses transaksi jual beli maupun sewa, metode pembayaran juga harus tercantum dalam surat perjanjian. Tanda jadi atau down payment umumnya diberikan kepada agen properti oleh pembeli/penyewa sebelum penyusunan surat perjanjian, sekaligus tanda dimulainya proses penjualan. Uang ini juga berfungsi untuk mengikat kedua pihak dengan perjanjian bahwa pihak pertama tidak akan menjual/menyewakan rumah atau tanah tersebut kepada orang lain dan pihak pembeli/penyewa berkomitmen akan melunasi pembayarannya.

Setelah surat perjanjian ditandatangani, sebagian pembayaran transaksi jual beli juga dapat disetorkan lagi. Biasanya pelunasan dilakukan setelah pembeli dan penjual telah melakukan penandatanganan Akta Jual Beli, dan pembayaran akan diterima oleh penjual. Meski demikian, batas waktu pembayaran harus dinyatakan secara jelas dalam surat perjanjian. 

Misalnya pada transaksi rumah seharga 1 Miliar, pernyataan yang disebutkan dalam surat perjanjian adalah:

“PIHAK KEDUA akan melakukan transaksi terhadap Objek Kesepakatan melalui pembayaran uang muka Rp50.000.000 (Lima puluh juta) dan setelah Kesepakatan ini ditandatangani sebesar Rp 50.000.000 (Lima puluh juta) (“Uang Muka”). Sisanya sebesar Rp900.000.000 (Sembilan ratus juta) (“Pelunasan”) akan dibayar lunas pada saat penandatanganan Akta Jual Beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).”

Selain jangka waktu pembayaran, Anda juga harus cermat dalam bagian serah terima. Pada proses jual beli, Anda dapat meminta pemilik rumah mengosongkan rumahnya beberapa hari setelah penandatanganan Akta Jual Beli, misalnya 14 hari atau 30 hari. Dan dalam surat perjanjian, bisa saja dicantumkan pernyataan bahwa sebagian uang pelunasan ditahan oleh pihak pembeli dan baru akan diserahkan setelah pemilik rumah melakukan pengosongan.

Jangan lupa, pada bagian ini Anda juga bisa mencantumkan barang-barang yang harus dipastikan menjadi hak Anda sebagai pembeli seperti yang dijanjikan oleh penjual, seperti AC, kitchen set, water heater dan lainnya.

Hal ini untuk memastikan bahwa barang-barang yang terdapat pada rumah tersebut akan ditinggalkan oleh pemilik lama untuk Anda sebagai pembeli. Bagian penting lain dalam surat perjanjian adalah saksi. Anda bisa saja menjadikan agen properti sebagai saksi. Tetapi Anda juga boleh melibatkan pihak lain. Misalnya pada proses sewa menyewa rumah, Anda dapat menyertakan Ketua Rukun Tetangga (RT) atau salah satu tetangga sebagai saksi. Ketika terjadi perselisihan, mereka relatif lebih mudah dijadikan penengah di antara pemilik dan penyewa.

Ringkasan Perbedaan Sertifikat Properti & Surat Perjanjian di Indonesia 

Nah, agar Anda tidak bingung, Rumah247.com akan memberikan ringkasan singkat mengenai perbedaan sertifikat properti di atas dengan surat perjanjian. Silakan dicek, ya.

Nah, sekarang sudah tahu kan, jenis-jenis sertifikat tanah dan properti serta surat perjanjian. Jadi, pada saat membeli rumah atau properti lainnya, jangan lupa untuk menanyakan dan memperhatikan detail sertifikatnya.

Temukan lebih banyak panduan dan tips membeli rumah dalam Panduan dan Referensi

Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,910FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles