“Rumah adalah cinta dan berkah. Rumah ini telah memberi banyak untuk kami. Rumah ini bahkan bisa merenovasi dan mengisi dirinya sendiri. Benar-benar berkah yang luar biasa.” – Cerita Rumah Yunarti
Bagi Yunarti –yang akrab dipanggil Yul—dan suaminya, Rahmad Indah, membeli rumah sama sekali bukan persoalan mudah. Menyadari kalau penghasilan mereka relatif pas-pasan untuk hidup sehari-hari, keduanya mencari jalan agar bisa menabung dan membeli rumah dengan harga sesuai kemampuan.
Walaupun anggarannya terbatas, tapi Yul bertekad memiliki rumah yang dekat dari pusat kota Padang, Sumatra Barat. Bersama sang suami, Yul menelusuri seisi kota Padang hingga area di sekitarnya. Sulit memang menemukan rumah yang sesuai kriteria.
Ketika sudah mendapatkan rumah yang sesuai dengan kantong dan hati, permohonan KPR mereka ditolak. Bank tak mau memberikan tenor 20 tahun karena Rahmad sudah akan pensiun dalam 13 tahun mendatang. Maksimal tenor yang bisa diberikan hanya 10 tahun. Yul dan suami harus putar otak lagi untuk menambah besaran DP.
Kini sudah empat tahun, Yul, Rahmad dan kedua anak mereka, Fatih dan Yuki, menempati rumah seluas 60 meter persegi (awalnya 36 meter2 sebelum direnovasi) di atas tanah 89 meter persegi di Lubuk Begalung, Padang, Sumatra Barat. Dan tak disangka, rumah ini justru menjadi jalan rezeki bagi mereka sekeluarga.
Ingin punya rumah di Kota Padang, Sumatera Barat, seperti rumah Yunarti yang kotanya bukan hanya dikenal indah, tapi juga semakin maju dan lengkap fasilitasnya? Cek pilihan rumahnya dengan harga di bawah Rp700 jutaan di sini!
Cerita Rumah Yunarti: Menabung Pelan-pelan Agar Bisa Segera Keluar dari Rumah Kontrakan
Setelah tabungan mulai terkumpul, mereka mulai mencari rumah. Saat itu, mereka baru melihat-lihat area di sekitar rumah sewaan di Lubuk Begalung.
Sebelum memiliki rumah sendiri, Yul dan Rahmad tinggal di kontrakan, masih di daerah Lubuk Begalung, Padang. Rumah sewaan itu kecil sekali, hanya seluas 15 meter persegi. Terdiri atas satu ruangan, satu kamar tidur, dan dapur. Setahun setelah anak pertama mereka lahir, mereka memutuskan pindah ke kontrakan yang sedikit lebih besar.
“Sebelum menikah, suami masih bekerja serabutan. Saya sendiri dulu bekerja sebagai guru dengan gaji ala kadarnya. Jadi kami mencari kontrakan sesuai kemampuan saja. Sebulan sebelum nikah, suami dapat pekerjaan. Saat anak sulung lahir, dia diangkat jadi karyawan tetap. Itu yang bikin kami bisa pindah kontrakan,” tutur Yul.
Tentu saja, Yul dan Rahmad tak berniat tinggal di kontrakan selamanya. Mereka juga mendambakan tinggal di rumah milik sendiri. Keduanya mulai menabung sedikit demi sedikit. Ketika anak keduanya lahir, Yul memutuskan berhenti bekerja sebagai guru. Demi mendapat penghasilan tambahan, ia berdagang baju anak secara online.
Lagi Menabung untuk Persiapan Beli Rumah? Ikuti 13 Cara Menabungnya Di Sini
“Syukurlah, gaji suami cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi laba hasil berdagang bisa saya tabung. Kebetulan, suami ternyata juga ikut menyisihkan pendapatannya. Setelah tabungan mulai terkumpul, kami mulai berpikir untuk mencari rumah. Kalau ditunda-tunda, takutnya harga rumah semakin naik,” ujar Yul.
Pada 2014, mereka mulai mencari rumah. Saat itu, mereka baru melihat-lihat area di sekitar rumah sewaan di Lubuk Begalung. Menurut Yul, rata-rata rumah yang dijual di sana relatif besar. Luasnya berkisar 100 meter persegi. Harganya pun tak terjangkau. Yul dan suami memutuskan berhenti mencari agar bisa menabung lebih banyak lagi.
Cerita Rumah Yunarti: Sempat Berselisih dengan Suami, Pasrah, Namun Tidak Menyerah
Pada 2015, Yul dan suami mulai mencari rumah lagi. Kali ini, mereka mencari sampai ke daerah yang jauh dari pusat kota Padang karena berharap harganya akan jauh lebih murah. Sampai ke pelosok pun mereka jalani. Bahkan mereka sempat mendatangi area perbukitan yang dijadikan perumahan, penghuninya juga masih sedikit.
“Selama ini kami mengontrak memang tak jauh dari kota. Tapi begitu mencari di daerah yang agak jauh dari kota, kok rasanya terlalu jauh sekali, ya? Fasilitas umum entah di mana. Kami orang rantau, nanti kalau harus ke rumah sakit bagaimana? Kantor suami jauh, akses kendaraan online juga sulit. Kalau ada apa-apa dengan saya atau anak-anak, kami akan kesulitan soal transportasinya,” tutur Yul.
Yul dan suami bahkan sempat berselisih pendapat tentang area pencarian rumah. Namun akhirnya mereka sepakat untuk mencari di sekitar kota Padang. Lagi-lagi, harga menjadi kendala. Mereka bahkan pernah survei sebuah rumah lama di pusat kota, harga rumahnya memang miring tapi ternyata tak layak huni sehingga butuh renovasi besar-besaran.
Lagi cari rumah, ruko, apartemen, atau investasi properti? Pahami potensi wilayahnya mulai dari fasilitas, infrastruktur, hingga pergerakan tren harganya pada laman AreaInsider
“Rasanya semua perumahan di Padang telah kami datangi. Ya sudah, kami pasrahkan saja pada Allah. Setidaknya kami sudah berusaha. Orang tua bahkan menyuruh saya pulang kampung saja ke Payakumbuh dan membangun rumah di tanah milik orang tua sehingga tak perlu dana besar. Tapi saya dan suami sepakat tak mau LDR-an,” jelas Yul yang gigih untuk mewujudkan mimpinya.
Masih belum menyerah, Yul akhirnya mencari rumah lewat internet dengan kata kunci ‘rumah murah di kota Padang”. Tak disangka, mereka menemukan rumah tipe 36 tak jauh dari kontrakan di Lubuk Begalung. Harganya pun masih sesuai target.
Cerita Rumah Yunarti: Sungkan Tanya Sertifikat ke Pengembang, Pengajuan KPR Ditolak Bank
Yul tak mengira bisa menemukan rumah tipe 36 di Lubuk Begalung. Rumah yang dijual itu terletak di kompleks perumahan yang berisi 50 unit. Ada sepuluh unit tipe 36 dan hanya dua yang tersisa. Karena penasaran dan takut didahului calon pembeli lain, Yul dan suami sampai survei rumah itu malam-malam. Hanya diterangi lampu ponsel.
Karena tinggal dua unit, pengembang meminta Yul segera membayar uang muka. Sayang, dananya belum siap. Kebetulan, saat itu bulan Ramadan. Mereka meminta waktu sebulan hingga setelah Lebaran. Pasalnya, mereka harus menjual tabungan emas dahulu. Harga jual emas setelah Lebaran menurut Yul bisa lebih tinggi daripada semasa Ramadan.
Syukurlah, pengembang setuju. Yul hanya membayar booking fee Rp15 juta untuk rumah seharga Rp235 juta. Ia puas karena rumah itu memenuhi kriterianya, antara lain dekat dari pusat kota yang hanya 7 kilometer, dekat rumah sakit dan sekolah seperti yang diharapkan, serta banyak kampus di sekitarnya. Kekurangannya ‘hanya’ airnya kurang jernih hingga tidak layak minum.
Sayangnya, ada sebuah kekeliruan yang dilakukan Yul dan suami. Mereka sungkan meminta pengembang memperlihatkan sertifikat rumahnya. Ketika sudah membayar DP dan mengurus KPR ke bank, permohonan mereka ditolak oleh bank karena ternyata sertifikat rumah itu ada dua. Satu sertifikat sudah jadi, tapi satu lagi belum.
“Ini pelajaran berharga bagi kami. Jangan malu atau segan menanyakan sertifikat rumah yang akan dibeli. Itu hak kita. Sejak awal harus jelas apakah rumah ini sudah ada sertifikatnya atau belum, tanah sengeketa atau bukan. Jika sudah telanjur membayarkan DP pada pengembang, proses menarik kembali uang itu bisa sangat sulit,” jelas Yul.
Cerita Rumah Yunarti: Uang Muka Awalnya Rp72 Juta Harus Digenapkan Jadi Rp100 Juta
Meski begitu Yul dan keluarganya bisa dikatakan beruntung. Walau rumah pertama yang akan dibelinya bermasalah, pengembang menawarkan satu unit lagi yang tersisa. Rumah terakhir ini hanya memiliki satu sertifikat yang sudah jelas. Yul dan suami pun sepakat mengambil rumah ini.
“Kami mengajukan permohonan KPR ke bank dengan tenor 20 tahun. Tapi kami ditolak karena pada saat itu –tahun 2017—suami akan pensiun 13 tahun lagi. Kami cuma bisa mendapat tenor 10 tahun. Kami mencoba mengajukan KPR ke bank lain, tapi ternyata hasilnya pun sama,” urai Yul.
Setelah menimbang-nimbang, Yul dan suami akhirnya bersedia mengambil KPR di bank kedua dengan tenor 10 tahun. Tentu saja, itu berarti mereka harus menambah DP. Uang muka yang awalnya sudah dibayarkan sebesar Rp72 juta harus digenapkan menjadi Rp100 juta.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah247.com
“Uang tambahan sebesar Rp28 juta itu besar sekali buat kami. Ke mana harus mencarinya? Semua sudah kami jual. Jangankan tabungan emas, sedikit perhiasan yang selama ini dipakai pun sudah dijual. Namun syukurlah, pihak penjual bersedia menutupi kekurangan itu dulu. Yang penting, KPR kami cepat diproses oleh bank,” terang Yul yang merasa terbantu dengan kemudahan tersebut.
Pada Juni 2017, akad kredit akhirnya dilaksanakan. Yul lega karena sejak awal pengembang sudah memberi tahu biaya apa saja yang harus mereka keluarkan. Ada biaya akad sebesar Rp8 juta, biaya asuransi, juga harus menyisihkan saldo di bank sebesar tiga kali cicilan bulanan. Sementara, biaya notaris ditanggung pengembang.
Cerita Rumah Yunarti: Khawatir Soal Cicilan, Jika Tak Mampu Rumah Siap Diserahkan
Kini sudah lima tahun Yul dan Rahmad menjalani cicilan KPR mereka. Tiga tahun pertama, mereka mendapat bunga fixed rate sehingga cicilan yang dibayarkan Rp1,5 juta per bulan. Setelah tiga tahun, bunganya berubah menjadi floating rate, sehingga cicilannya kini Rp1,8 juta. Nilai rumah mereka pun telah naik dari Rp235 juta kini menjadi Rp420 juta.
Awalnya, walau senang karena memiliki rumah, tapi hati Yul dagdigdug. Mampukah mereka membagi pendapatan sehingga cukup untuk membayar cicilan, sekolah anak, dan biaya hidup sehari-hari? Karena strategi awal tadinya hanya mempersiapkan cicilan untuk tenor 20 tahun. Tahu-tahu, malah dapat tenor 10 tahun dengan cicilan per bulan yang lebih besar.
Yul bahkan sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk. Jika suatu hari nanti mereka tak mampu lagi mencicil, mereka akan pasrah dan menyerahkan saja rumah itu pada bank. Namun nasib berkata lain. Kata Yul, “Allah telah menyediakan rezeki. Selama masih sehat, kita harus terus bergerak. Tidak boleh diam saja,” ujar Yul mantap.
Tips Rumah.com
Secara umum, ada beberapa solusi jika telat bayar cicilan KPR. Seperti reshceduling atau penjadwalan kembali yang menyangkut jangka waktu pembayaran, termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak. Bisa dengan restrukturisasi kredit, hingga mengalihkan kredit rumahnya kepada orang lain.
Pada 2017 itu, Yul sudah berhenti berdagang baju anak karena modal dan labanya habis dipakai membayar DP rumah. Namun ia punya ide membuat akun Instagram inspirasi home decor dengan menampilkan rumahnya. Atas seizin suami, Yul mulai membuat akun IG @rumah_fatihyuki.
Walau tak tahu apa-apa soal home decor, Yul rajin berguru lewat Pinterest dan Google. Kebetulan, rumah mereka masih dalam proses finishing. Ada jarak antara akad kredit Juni 2017 sampai menempati rumah Februari 2018. Waktu itu dimanfaatkan Yul untuk menyisihkan sebagian uang belanja lalu mencicil furnitur untuk rumah baru.
Cerita Rumah Yunarti: Rumah Bawa Rezeki, Bisa Renovasi dan Mengisi Dirinya Sendiri
“Begitu pindah pada Februari 2018, saya mulai menata rumah baru sesuai ilmu dari Pinterest. Awalnya malu, karena rumah saya kecil sekali. Beda dari rumah-rumah lain di Instagram. Tapi kalau tindakan saya tidak salah, buat apa malu?” tegas Yulsdengan lugas.
Tak disangka-sangka, hanya dalam tiga bulan, @rumah_fatihyuki sudah mencapai 5 ribu followers. Bahkan kini sudah mencapai 91.6k followers. Banyak yang mengaku terinspirasi melihat rumah Yul. Komentar mereka banyak yang bilang: “Rumah besar dibuat cantik, itu biasa. Tapi rumah kecil dibikin cantik, baru luar biasa.”
Suatu hari, satu jalan rezeki lagi terbuka. Yul yang tidak punya bujet untuk membeli gorden terpaksa membuat sendiri. Ia membeli kain katun –yang biasa dipakai untuk seprai—lalu belajar menjahit gorden dari YouTube. Melihat foto gorden katun Yul di Instagram, para followers tertarik dan pesanan pun mulai ramai berdatangan.
Review Properti: Review Mendalam, Jujur, dan Independen untuk Pilihan Perumahan Baru dan Area Sekitarnya
“Rumah ini sungguh membawa berkah dan rezeki bagi kami. Rasanya, 80% isi rumah ini adalah hasil endorse. Berkat pemasukan tambahan, kami juga bisa merenovasi rumah. Dari luas 36 meter2 menjadi 60 meter2. Bisa dikatakan, rumah ini merenovasi dan mengisi dirinya sendiri,” ujar Yul dengan raut senang.
“Mungkin karena rumah ini susah didapat, kami benar-benar betah menghabiskan waktu bersama di sini. Kami malah jarang keluar. Apa-apa dikerjakan di rumah. Dari kumpul keluarga sampai mencari rezeki, semua dari rumah. Bagi kami, rumah adalah cinta dan berkah,” tandas Yul yang sangat mensyukuri rumahnya yang membawa berkah.
Itulah cerita perjuangan Yunarti yang gigih untuk punya rumah sendiri. DP kurang dibantu pengembang, hingga isi rumahnya hampir 80% hasil endorse-an. Masih ada banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Eyi Puspita, Foto: Permei Setyo
Penyangkalan: Informasi yang disajikan hanya sebagai informasi umum. PropertyGuru Pte Ltd dan PT AllProperty Media atau Rumah247.com tidak memberikan pernyataan ataupun jaminan terkait informasi tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada pernyataan ataupun jaminan mengenai kesesuaian informasi untuk tujuan tertentu sejauh yang diizinkan oleh hukum yang berlaku. Meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik untuk memastikan informasi yang kami sajikan di dalam artikel ini akurat, dapat diandalkan, dan lengkap pada saat ditulisnya, informasi yang disajikan di dalam artikel ini tidak dapat dijadikan acuan dalam membuat segala keputusan terkait keuangan, investasi, real esate, maupun hukum. Lebih jauh, informasi yang disajikan bukanlah sebagai pengganti saran dari para profesional yang terlatih, yang dapat mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan situasi Anda secara pribadi. Kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari keputusan yang Anda buat dengan mengacu pada informasi yang tersaji dalam artikel ini.