“Rumah bukan hanya soal bangunan. Rumah adalah tempat pulang serta menjadi diri kita sendiri yang utuh dan apa adanya. Rumah adalah tempat anak-anak berkumpul dengan orang tuanya, tempat suami istri saling bertemu.” – Cerita rumah Ria dan Zaki
Bagi Ria Angraini dan Zaki Muhammad, pekerja lepas (freelancer) di bidang kreatif, mengajukan permohonan KPR ke bank adalah perkara pelik. Sejak 2016, di masa awal menikah, mereka sudah berusaha membeli rumah secara KPR. Namun upaya mereka selalu terganjal karena keduanya berpenghasilan tidak tetap.
Melihat kegigihan Ria dan Zaki, pasangan ini layak disebut pejuang KPR. Berkali-kali permohonan KPR ditolak, tapi mereka tetap yakin akan ada satu bank yang kelak meloloskan pengajuan KPR mereka. Bertahun-tahun mencoba di lima bank dan merasakan belasan kali ditolak.
Mulai 2021, Ria dan Zaki hanya mencari rumah yang dijual dengan skema take over KPR. Karena nama mereka terbukti sulit menembus ‘tembok’ KPR, mereka pun terpaksa melakukannya dengan sistem bawah tangan yang cukup berisiko. Namun dengan strategi tertentu, mereka cukup tenang menjalani proses ini.
Sejak Maret 2022 lalu, Ria, Zaki serta kedua anak mereka menempati rumah baru di Perumahan Aryana Karawaci. Rumah seluas 62 m2 di atas tanah 72 m2 itu tak hanya menjadi hunian, tapi juga sebagai tabungan dan investasi jangka panjang keluarga mereka.
Lagi cari rumah yang kawasannya sudah jadi seperti Karawaci yang prospek investasinya juga tinggi seperti rumah Ria dan Zaki? Cek pilihan rumahnya di bawah Rp700 jutaan di sini!
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Hamil Tinggal di Kontrakan, Beli Rumah, DP Pakai Tabungan Persalinan
Di awal menikah, Ria dan Zaki menyewa rumah di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dilihat dari lokasi, tinggal di Pasar Minggu tentu sangat strategis, aksesnya pun mudah. Namun ketika Ria hamil, mereka mulai serius mempertimbangkan untuk pindah rumah.
“Kehamilan saya waktu itu agak berat dan ‘rewel’. Sementara, kami tinggal di wilayah yang padat penduduk. Depan, samping, belakang, semua dihimpit oleh rumah. Segala aroma bercampur jadi satu. Saya tidak tahan dan merasa harus segera pindah ke dekat rumah orang tua di Legok, Kabupaten Tangerang,” tutur Ria.
Selain dekat dari orang tua, daerah Legok juga masih asri. Udaranya segar, airnya jernih. Ria dan Zaki pun mulai mencari-cari rumah di sekitar Legok. Saat inilah mereka mulai menjadi pejuang KPR. Ketika permohonan KPR ditolak, sementara kebutuhan rumah semakin mendesak, mereka akhirnya membeli rumah secara tunai.
Solusi Tabungan Rumah, Ikuti 13 Cara Menabungnya Di Sini
“Harga rumah yang kami taksir itu Rp315 juta. Letaknya di perkampungan, tapi rumah itu baru. Walaupun relatif mahal, tapi saya sreg karena rumahnya belum pernah ditinggali. Tabungan kami hanya cukup untuk DP, jadi sisa pembayarannya dibantu oleh mertua saya,” urai Ria. Pada 2016, Ria dan Zaki pun resmi memiliki rumah pertama.
Tabungan yang terpakai untuk DP itu seharusnya untuk keperluan persalinan, bukan untuk membeli rumah. Akibatnya, Ria menyiapkan diri untuk bersalin di bidan saja, agar biayanya murah. Tiap hari, ia berolahraga dan mengepel rumah dengan harapan bisa melahirkan normal.
Apa mau dikata, kondisi Ria ternyata membuatnya harus melahirkan secara caesar di rumah sakit. Berhubung tabungan sudah tipis, ia terpaksa meminjam uang dari kakak untuk menutup biaya operasi.
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Rumah Jauh ke Pusat Kota, Ingin Beli Rumah Kedua Cicilan di Bawah Rp5 Juta
Setahun menempati rumah pertama di Legok, Ria dan Zaki mulai berpikir untuk membeli rumah kedua. Walaupun lingkungannya asri, tapi jauh dari pusat kota dan akses ke tempat tinggal mereka tak mudah. Sulit bagi mereka untuk memesan taksi atau ojek online. Jika pesan makanan, ongkos kirimnya bahkan bisa mencapai Rp30 ribu.
Ada beberapa kriteria yang mereka tetapkan untuk rumah kedua. Pertama, mereka ingin pindah ke klaster. “Di klaster ada aturan yang jelas. Semua penghuni punya hak dan kewajiban yang sama. Di klaster, privasi penghuni lebih terjaga. Sistem keamanannya juga terjamin,” ucap Ria.
Kriteria lain, mereka ingin rumah dengan tanah seluas 100m2 dan lokasinya tetap tidak boleh jauh dari rumah ibu Ria. Repot bagi sang ibu untuk menemui anak cucunya jika rumah mereka berjauhan. Terakhir, mereka mengincar rumah yang kenaikan nilainya cepat dan cicilan per bulannya di bawah Rp5 juta rupiah.
Lagi cari rumah, ruko, apartemen, atau investasi properti? Pahami potensi wilayahnya mulai dari fasilitas, infrastruktur, hingga pergerakan tren harganya pada laman AreaInsider.
Walaupun sudah mulai mencari-cari rumah, tapi Ria dan Zaki masih menimbang untuk membeli mobil yang penting digunakan untuk mobilitas pekerjaan. Ternyata, kesempatan membeli mobil datang lebih dulu daripada rumah. Seorang kawan menawarkan mereka untuk take over kredit mobilnya.
Pada 2019, setelah cicilan mobil lunas, Ria dan Zaki kembali tancap gas mencari rumah. Semua aplikasi jual beli rumah mereka install, berbagai akun properti mereka follow, termasuk Rumah247.com untuk mencari listing properti dijual. “Setiap malam, sebelum tidur, saya dan Zaki scrolling aplikasi dan akun-akun itu. Hampir seminggu sekali, kami survei rumah,” ujar Ria.
Bahkan Zaki yang piawai memasak sampai membuat bisnis kuliner untuk menambah penghasilan, menambah pundi tabungan untuk membeli rumah kedua. Mulai dari berjualan asinan buah, lalu usaha ayam geprek, kemudian tutup, lanjut jual makanan via online dan tutup lagi. “Semua kita lakukan demi untuk menabung beli rumah,” ujar Zaki.
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Ditolak KPR Meski SLIK-OJK Bersih, Berdusta Demi Dapatkan KPR Risih
Dua tahun mereka gigih mencari hunian, dua tahun pula bolak-balik mengajukan KPR ke berbagai bank. Ada rumah yang benar-benar mereka taksir. Saking inginnya mendapatkan rumah tersebut, mereka sampai tiga kali mengajukan permohonan KPR. Satu atas nama Ria, satu lagi atas nama Zaki, dan terakhir atas nama teman mereka.
“Menurut pihak bank, freelancer seperti kami tidak bisa mendapatkan KPR. Risiko bagi bank terlalu tinggi. Padahal kami punya tabungan. Data kami juga bersih karena tidak pernah berutang, bahkan tidak punya kartu kredit. Beberapa bank menyarankan kami untuk mengajukan KPR dengan nama orang lain saja,” jelas Ria yang punya catatan SLIK-OJK bersih.
Atas saran ini, Ria mencoba mengajukan KPR dengan nama teman yang punya gaji tetap Rp20 juta sebulan. Dasar tidak jodoh, ini pun ditolak! Ternyata, bank menolak karena si kawan masih punya cicilan mobil, punya bayi yang masih memerlukan susu dan popok, serta bersuami wirausahawan.
“Sebenarnya bank hanya memerlukan tanda bukti penghasilan rutin selama tiga bulan berturut-turut. Waktu itu ada teman yang bersedia membantu juga. Ia bisa memasukkan nama saya sebagai staf di perusahaannya. Nanti dia akan transfer sejumlah uang seolah-olah itu gaji saya, lalu saya tinggal transfer kembali uang itu padanya,” jelas Ria.
Ria menimbang-nimbang, hingga akhirnya menolak tawaran ini. “Masa saya harus berdusta demi mendapatkan KPR? Ah, bank kan banyak. Saya yakin, pasti kelak ada keajaiban untuk kami. Pokoknya waktu itu saya super ngotot. Padahal, mengurus print berkas-berkas dan rekening koran untuk mengajukan KPR itu makan biaya dan waktu.”
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Beli Rumah Take Over Kredit, Pemilik Rumah Lama Kooperatif
Sebenarnya, pada 2021, Ria dan Zaki sudah memiliki perusahaan sendiri. Namun karena masih berusia setahun, mereka tetap belum bisa mengajukan KPR. Jika perusahaan sudah berjalan minimal tiga tahun, barulah bisa memakai nama perusahaan dalam pengajuan KPR.
Setelah belasan kali menelan pil pahit penolakan KPR, Ria dan Zaki akhirnya ganti haluan. Mereka sepakat untuk tidak lagi mengejar KPR dan beralih mencari rumah yang bisa dibeli secara take over kredit. Mereka pun mempersempit pencarian di internet.
Suatu hari mereka menemukan satu rumah yang cocok di area Pasar Kemis, Tangerang. Ria menjelaskan kondisinya sebagai pekerja lepas pada si pemilik rumah. “Kami pasti akan ditolak oleh bank, jadi kalau Anda bersedia, kami akan take over kredit rumah ini, tapi cicilan ke banknya masih atas nama Anda. Jadi kami pinjam nama saja,” urai Ria.
Si pemilik rumah awalnya bersedia, tapi ketika mereka membuat perjanjian hitam di atas putih, Ria merasakan kejanggalan. Dalam salah satu klausul perjanjian tertulis: Bila Ria dan Zaki terlambat membayar cicilan, barang-barang mereka akan dikeluarkan dan mereka akan diusir dari rumah itu.
Merasa tidak sreg, Ria dan Zaki batal membeli rumah itu. Namun syukurlah, jodoh datang tak lama kemudian. Suatu malam, Zaki menemukan sebuah rumah di Perumahan Aryana Karawaci. Pukul satu dini hari, mereka mengirim chat pada pemilik dan –tak disangka- langsung dibalas. Esok paginya, mereka survei rumah dan langsung deal hari itu juga.
Rumah yang mereka temukan pada awal 2022 itu memenuhi hampir semua kriteria mereka. Luasnya memang tak sebesar yang diinginkan semula, tapi bagi mereka tak masalah. Yang terpenting, pemilik lama bersikap koperatif dan bersedia dipinjam namanya dalam proses take over kredit.
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Harga Rumah Rp700 Juta, Bayar Take Over Kredit 25 Persennya
Pemilik lama menjelaskan pada Ria dan Zaki bahwa ketika mengambil KPR, perhitungannya salah. Ia tidak membandingkan dengan KPR di bank-bank lain. Akibatnya, cicilan rumahnya terlalu tinggi. Berawal dari Rp5 juta per bulan, lalu akan naik beberapa kali pada tahun-tahun mendatang hingga akhirnya mencapai Rp11 juta sampai Rp12 juta per bulannya.
Si pemilik rumah lama sudah mencicil selama setahun, tapi kini ia akan pindah dinas ke Thailand. Ia sulit memasarkan rumahnya karena calon pembeli selalu merasa cicilannya terlalu tinggi. Karena itu, jika Ria dan Zaki tertarik untuk tave overkredit rumahnya, ia akan mengajukan ulang KPR ke bank lain yang menawarkan bunga lebih rendah.
Proses pindah KPR bank ini sebenarnya memang membuat cicilan satu tahun si pemilik lama nyaris hangus, karena ada denda yang wajib ia bayarkan.
Tips Rumah247.com
Ketika membeli rumah secara take over KPR, agar transaksi aman dan tidak bermasalah, Anda wajib mengetahui jejak kredit pemilik terdahulu. Jika rumah tersebut dijual karena pemiliknya tak sanggup melunasi angsuran, lakukan pengecekan ke bank mengenai angsuran dan tunggakannya.
“Pemilik lama menawarkan agar KPR baru diajukan atas nama kami. Namun karena kami sudah sering gagal, ia bersedia meminjamkan namanya,” jelas Ria.
Harga rumah tersebut Rp700 juta, melalui negosiasi, Ria dan Zaki membayar sekitar 25% dari harga tersebut untuk take over kreditnya. Namun angka ini sudah termasuk biaya tambahan lainnya serta beberapa barang di rumah tersebut yang dibeli, seperti AC.
Take over kredit di bawah tangan seperti ini –tanpa melibatkan dan tanpa sepengetahuan bank—memang banyak dilakukan. Namun tetap ada risiko, baik bagi penjual maupun pembeli.
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Antisipasi Take Over Kredit, Buat Perjanjian Tertulis di Depan Notaris
Bagi penjual, jika pembeli terlambat atau gagal membayar cicilan, penjual yang akan bertanggung jawab karena KPR masih atas namanya. Bagi pembeli, sertifikat rumah yang dipegang oleh bank masih atas nama penjual. Risiko terburuk, setelah rumah dilunasi oleh pembeli, penjual bisa saja mengambil sertifikat itu dengan mudah.
Agar terhindar dari risiko tak diinginkan, Ria dan Zaki serta si pemilik lama pergi ke notaris untuk membuat perjanjian tertulis yang lebih kuat. Biaya notaris mereka tanggung bersama.
Salah satu klausul perjanjian menyatakan, jika si penjual wafat, maka hak waris rumah jatuh sepenuhnya pada pembeli. Sebaliknya, bila pembeli wafat, maka yang melanjutkan cicilan adalah ahli warisnya.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah247.com
Ketika pemilik lama mengurus KPR ke bank, Ria dan Zaki mendampinginya. Walaupun KPR masih atas nama pemilik lama, tapi nomor telepon dan e-mailnya atas nama Zaki. Mereka mendapat tenor 18 tahun dengan cicilan awal Rp4,6 juta lalu akan ada kenaikan tiga kali pada tahun-tahun mendatang. Angka cicilan tertinggi sebesar Rp6 juta.
Ria menargetkan akan melakukan percepatan pembayaran setelah tahun kedelapan untuk mengurangi besar pinjaman. Di bank itu, percepatan boleh dilakukan dua kali. Bahkan jika ada dana, boleh saja dilunasi. Sebelum delapan tahun pun sebenarnya bisa, tapi ada denda yang harus dibayar.
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Disiplin Soal Keuangan, Beli Popok Sampai Bobol Celengan
Perjalanan KPR Ria dan Zaki masih panjang. Karena itu, walaupun sudah pindah ke rumah baru pada Maret 2022, mereka tetap menjaga hubungan baik dengan pemilik lama. Dia pernah mengunjungi Ria dan Zaki saat Lebaran, bahkan Ria mengenal orang tua si pemilik lama dan tempat tinggalnya.
“Kami saling bantu. Namanya kami pinjam untuk KPR, tapi kami tidak boleh telat bayar cicilan per bulan. Dia tinggal di Thailand dan mengandalkan kartu kredit untuk membayar ini itu. Jika kami sekali saja terlambat membayar cicilan, dia akan diperingatkan oleh bank dan akan terkendala dalam memakai kartu kreditnya lagi,” jelas Ria.
Menurut Ria, pendapatan freelancer memang tidak pasti, tapi jika disiplin pasti bisa membeli rumah. Ia sendiri setiap mendapat penghasilan langsung membekukan 70% dalam tabungan. Yang 30% ia pakai untuk operasional sehari-hari, termasuk zakat dan pemberian untuk orang tua.
Bank Penyedia KPR untuk Wirausaha 2021 dan Tips Pengajuannya
“Jika freelancer ingin punya rumah, cek dulu apakah selama ini pernah merasa kekurangan uang. Kalau ya, itu bahaya. Freelancer wajib punya tabungan, setidaknya untuk enam bulan ke depan. Baru boleh mengambil KPR. Untuk membayar DP rumah, jangan semua tabungan dihabiskan. Idealnya, 40% saja.
“Saya sendiri sangat disiplin soal keuangan. Tabungan saya tanpa ATM, tapi kami punya celengan tradisional di rumah. Jika ada keperluan mendesak tapi uang tunai sudah habis, celengan lebih dulu dibobol. Kami bahkan pernah bobol celengan hanya untuk beli popok agar tak perlu menarik tabungan di bank. Saya sekeras itu soal keuangan.
“Banyak kawan freelancer bilang ingin punya rumah, tapi tidak disiplin dalam keuangan. Tahu-tahu, malah posting foto liburan. Bagi kami, jangan sampai sudah capek bekerja, tapi tidak ada hasil nyatanya,” jelas Ria.
Cerita Rumah Ria dan Zaki: Punya Rumah Memberi Ketenangan Sekaligus Investasi Teraman
Untuk Ria dan Zaki, rumah bukan sekadar hunian, tapi juga investasi dan tabungan. Karena itu, kenaikan nilai rumah sangat penting bagi mereka. Harga awal rumah kedua ini Rp700 juta, tapi dengan bunga KPR jatuhnya mencapai sekitar Rp1 miliar. Saat ini, harga rumah baru di sana kebetulan juga sudah mencapai Rp1 miliar.
“Rumah di Karawaci ini kenaikannya cepat. Sementara, kenaikan nilai rumah dalam kampung sangat lambat. Kami tadinya mau menjual rumah pertama, tapi mungkin nanti sepuluh tahun lagi baru layak dijual,” kata Ria.
Menurut pasangan ini, properti merupakan investasi yang aman untuk mereka. Karena sedang membangun bisnis sendiri, tabungan Ria dan Zaki mudah tersedot untuk tambahan modal.
Mereka pernah berinvestasi logam mulia, juga perhiasan emas. Tetapi kenaikan nilainya dirasa lama. Dan saat butuh tambahan modal, mudah sekali emas digadaikan. Dengan membeli rumah, Ria merasa lebih tenang karena kini uang mereka ‘tertempel’ di rumah. Cicilan KPR per bulan pun menjadi target dan motivasi baginya.
Rumah pertama mereka pun kini turut memberi tambahan penghasilan, karena telah disewakan. Di rumah baru mereka, kini Ria dan Zaki merasa lebih nyaman. Mobilitas ke tengah kota kini bisa ditempuh sekitar 45 menit saja dengan menggunakan mobil, sebelumnya dengan motor saja Zaki harus menempuh lebih dari 1,5 jam untuk ke Jakarta
“Senang dan lega rasanya, karena sudah berhasil memberi tempat tinggal dan lingkungan yang nyaman juga tenang kepada keluarga saya,” ujar Zaki menutup perbincangan.
Itulah cerita perjuangan Ria dan Zaki untuk punya rumah sendiri. Pejuang KPR yang pengajuannya ditolak belasan kali dan berhasil beli rumah dua kali. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Eyi Puspita, Foto: Zaki Muhamad
Penyangkalan: Informasi yang disajikan hanya sebagai informasi umum. PropertyGuru Pte Ltd dan PT AllProperty Media atau Rumah.com tidak memberikan pernyataan ataupun jaminan terkait informasi tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada pernyataan ataupun jaminan mengenai kesesuaian informasi untuk tujuan tertentu sejauh yang diizinkan oleh hukum yang berlaku. Meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik untuk memastikan informasi yang kami sajikan di dalam artikel ini akurat, dapat diandalkan, dan lengkap pada saat ditulisnya, informasi yang disajikan di dalam artikel ini tidak dapat dijadikan acuan dalam membuat segala keputusan terkait keuangan, investasi, real esate, maupun hukum. Lebih jauh, informasi yang disajikan bukanlah sebagai pengganti saran dari para profesional yang terlatih, yang dapat mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan situasi Anda secara pribadi. Kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari keputusan yang Anda buat dengan mengacu pada informasi yang tersaji dalam artikel ini.