Apa mau dikata, kondisi keuangan Gilang sebenarnya jauh dari siap. Tabungan belum stabil, gaji juga masih pas-pasan. Tapi bagaimana pun, ia ingin sekali memberikan tempat tinggal yang layak bagi istri dan anak-anaknya. Ia kemudian mengerahkan segala kemampuan dan mengorek celengan hingga bisa membeli rumah yang layak.
Tantangan yang dihadapi Gilang cukup banyak. Saat mengajukan KPR, ia baru menyadari dananya kurang. Pasalnya, ia tidak mempertimbangkan biaya notaris dan biaya balik nama. Pada waktu lain, ia bahkan pernah menunggak cicilan KPR karena kehilangan pekerjaan.
Namun niat baik selalu mendapatkan jalan. Apalagi, yang dilakukan Gilang adalah demi keluarga. Hingga kini, bersama istri serta ketiga anaknya, Gilang bahagia di rumah miliknya, di kawasan Beji, Depok.
Mau punya rumah di Beji, Depok, yang aksesnya mudah ke Jakarta dan dekat stasiun kereta seperti rumah Gilang? Temukan pilihan rumah dengan harga di bawah Rp700 juta di sini!
Cerita Rumah Gilang: Niat Beli Rumah Saat Anak Mau Masuk Sekolah Agar Tak Pindah-pindah Sekolah
Sejak pasangan suami istri Gilang dan Mya menikah pada 2008 hingga Mya mengandung anak kedua, mereka telah tiga kali berpindah kontrakan. Awalnya, mereka menyewa rumah di Peninggaran, Bintaro, lalu pindah ke area di belakang Permata Hijau, Jakarta Selatan dan terakhir di Duri, Jelambar, Jakarta Barat.
“Saat itu, tahun 2013, anak sulung saya, Bumi, mau masuk sekolah. Sementara, anak kedua beberapa bulan lagi akan lahir. Kami tentu butuh tempat yang layak huni untuk anak-anak. Dan jika anak sudah masuk sekolah, lebih baik kami sudah menetap di rumah sendiri agar nantinya tak perlu pindah-pindah sekolah,” jelas Gilang.
Selama lima bulan, Gilang mencari-cari rumah yang sesuai bujetnya. Setelah mencarinya di laman listing properti dijual di Rumah247.com, ia mengerucutkan lokasi pada wilayah Depok dan Tangerang. Pertimbangannya, harga rumah di dua wilayah ini rata-rata masuk bujetnya.
Selain harga yang terjangkau, Gilang berusaha mencari rumah dekat stasiun KRL. Ia juga mengincar rumah klaster. Dengan one gate system untuk keluar masuk dan jumlah penghuni yang tak banyak, Gilang merasa rumah klaster lebih aman untuk anak-anaknya.
Mau cari rumah, ruko, apartemen, atau investasi properti? Pahami potensi wilayahnya mulai dari fasilitas, infrastruktur, hingga pergerakan tren harganya pada laman AreaInsider.
“Yang penting, rumah harus bisa mendukung perkembangan anak-anak. Selain melihat ke dalam, kita juga harus mengecek lingkungan di luar kompleks. Misalnya, apa sekitar perumahan ada area industri? Bila ya, tentu kami harus mewaspadai truk besar yang lalu lalang, belum lagi polusi udara yang buruk bagi anak,” ujarnya.
Dari teman istrinya, Gilang mendapatkan informasi ada klaster baru di Depok. Sayangnya ketika didatangi semua rumah sudah terjual habis. Namun pengembangnya berencana membuka klaster baru di dekat sana. Saat Gilang datang, klaster tersebut masih berupa lahan kosong yang belum dibangun.
Lokasi klaster Puri Agung Lestari Prima ini berada di belakang Universitas Indonesia dan dekat dari Stasiun KRL UI. Cocok dengan kriteria yang Gilang harapkan. Rencananya, akan ada 42 unit rumah dalam klaster. Menurut Gilang, lingkungan ini ideal karena tidak terlalu kecil, juga tidak besar.
Cerita Rumah Gilang: Survei Rumah Langsung ke Lapangan Agar Setelah Dibeli Tak Jadi Penyesalan
Kebetulan, pengembang klaster tersebut belum terkenal, sehingga rekam jejaknya tak banyak di internet. Namun Gilang dapat informasi bahwa pengembang ini sudah pernah membangun tiga kompleks di Depok. Ketiganya berdekatan dari klaster incaran Gilang.
“Saya turun lapangan untuk survei salah satu kompleks itu. Saya mengobrol dengan satpam dan penghuni yang saya temui di sana. Saya bertanya apakah sejauh ini ada masalah dengan bangunan rumah, kompleks dan pengembang. Menurut mereka, semuanya oke. Karena itu, saya merasa yakin pada pengembang ini,” urai Gilang.
Tak hanya mengecek langsung ke kompleks yang dibangun pengembang, Gilang juga datang ke kantor kelurahan untuk mengecek legalitas tanah yang akan dijadikan lokasi klaster incarannya. Ia ingin tahu apakah tanah itu bermasalah atau sengketa. Syukurlah, Gilang tak menemukan masalah apa pun.
Panduan dan Pertimbangan Penting Saat Mencari Rumah
Ayah Gilang saat itu juga mengingatkannya untuk mengecek posisi lahan dan apakah ada aliran sungai di dekat klaster. Tentu untuk menghindari musibah banjir atau longsor pada masa mendatang. Untunglah, tak ada sungai di dekat sana, dan posisi lahan mereka termasuk lebih tinggi dari jalan.
“Mungkin ada orang yang enggan survei lapangan seperti saya. Namun rumah akan dipakai dalam jangka panjang. Harganya pun tidak murah. Ini uang terbesar yang pernah saya keluarkan. Jadi saya harus yakin rumah yang akan saya beli lingkungannya baik, aman dan berkualitas biar tidak ada penyesalan saat dihuni nanti,” ujar Gilang.
“Jangan tergiur bila ada pengembang memberikan promo, misalnya beli rumah dapat AC atau bahkan motor. Daripada mengharapkan promo, jauh lebih penting memastikan kredibilitas pengembang serta kualitas rumah yang akan dibeli,” tambahnya.
Cerita Rumah Gilang: DP Rumah 20 Persen dari Angpao Pernikahan, Biaya Tambahan Tak Diperhitungkan
Survei yang dilakukan Gilang membuatnya yakin untuk membeli rumah, walaupun dengan skema indent. Rumah seharga Rp350 juta yang akan ia beli berukuran 72 meter persegi di atas tanah seluas 98 meter persegi.
Langkah awal Gilang tentu menyiapkan uang muka rumah dan syarat pengajuan KPR ke bank. Gilang sendiri sebenarnya sudah menyiapkan daftar beberapa bank dengan suku bunga relatif rendah.
Namun ketika membandingkan dengan bank rekomendasi pengembang, ternyata suku bunganya sama. Gilang pun mengambil KPR di bank rekanan pengembang tersebut, karena sudah bekerja sama biasanya prosesnya lebih mudah.
Penting! Inilah Pengertian Tenor dan Jenisnya yang Perlu Anda Ketahui
Setelah menggunakan kalkulator KPR yang terdapat di Rumah247.com untuk menghitung perkiraan besar cicilan rumah, ia putuskan mengambil tenor terpanjang KPR, 20 tahun. Menurutnya, inilah yang paling sesuai dengan kemampuannya saat itu.
“DP rumah sebesar 20 persen dari harga rumah kami bayarkan dengan angpao pernikahan dulu serta tabungan yang kami kumpulkan selama ini. Kami pikir sudah cukup. Namun ternyata ada biaya tambahan lainnya, termasuk biaya notaris dan balik nama sertifikat. Setelah dijumlah, cukup besar juga. Kami tak memperkirakannya.”
Untuk menutupi biaya tambahan lainnya ini, Gilang terpaksa menjual aset berupa perhiasan emas yang mereka miliki. Sisanya, ia mendapat pinjaman dari saudara. Untuk sementara, Gilang bisa bernapas lega.
Pengembang menjanjikan rumah selesai dalam 3—4 bulan setelah proses administratif tanah –termasuk pemecahan sertifikat tanah—selesai. Janji pengembang memang tidak meleset, tetapi proses ini ternyata cukup lama. Rumah Gilang baru selesai dibangun sekitar setahun setelah KPR disetujui.
Cerita Rumah Gilang: Kehilangan Pekerjaan, Nyaris Jual Rumah karena Menunggak Cicilan
Setelah rumahnya dibangun, barulah proses cicilan KPR dimulai. Gilang dan istrinya benar-benar harus ketat mengatur keuangan mereka. Dengan cicilan tiga tahun pertama sebesar Rp3 jutaan per bulan, sisa pendapatan mereka hanya Rp2 juta.
Untuk kebutuhan sehari-hari tentu saja harus memutar otak. Selain itu, masih ada lagi tantangan yang harus dihadapi Gilang. Tiga tahun setelah membeli rumah, ia sempat kehilangan pekerjaan dan terpaksa menunggak cicilan KPR.
Dulu, Gilang tidak tahu cara mengurus kredit macet KPR ini. Pihak bank yang terlebih dulu menelepon dan memberi tahu mekanismenya. Pihak bank juga menyurvei rumah mereka dan meminta Gilang datang ke bank untuk mengajukan penangguhan pembayaran cicilan KPR.
“Di bank, saya membuat surat pernyataaan tidak bekerja. Dalam surat itu, saya juga berjanji akan membayar tunggakan dalam waktu maksimal satu tahun, plus Rp1 juta – mungkin ini dendanya. Bila lewat dari satu tahun – sesuai perjanjian awal—bank akan menyita rumah saya,” kenang Gilang.
Ini Kebijakan Pemerintah untuk Bantu Cicilan Rumah
Syukurlah, kemungkinan terburuk itu tidak terjadi karena Gilang ‘hanya’ menunggak dua bulan. Padahal, ia sudah mengambil ancang-ancang untuk over kredit rumah. Selepas bulan ketiga, ia berhasil mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik. Cicilan KPR-pun kembali berjalan lancar.
Tunggakan dua bulan ia cicil selama beberapa kali. Misalnya, bila cicilan KPR per bulannya Rp3,4 juta, ia membayar 5 juta. Kelebihan 1,6 juta itu untuk mencicil tunggakannya yang lalu. Setelah beberapa bulan, tunggakan itu pun terbayar lunas.
Kini, sudah sekitar tujuh tahun Gilang menempati rumahnya bersama istri dan ketiga anak mereka. Tiga tahun pertama, ia masih mendapatkan cicilan dengan suku bunga fixed rate dari bank, sekitar Rp3,2—3,4 juta per bulan. Mulai tahun keempat, dengan floating rate, cicilannya mencapai sekitar 4,4 juta per bulan.
“Saya tidak kaget karena sudah memperkirakan kenaikan ini sejak awal. Dulu, saat mengambil KPR, saya merencanakan tahun keempat sudah memiliki pekerjaan lain dengan gaji lebih tinggi sehingga cicilan tetap lancar walaupun ada kenaikan.”
Cerita Rumah Gilang: Ajukan Restrukturisasi Kredit, Cicilan Langsung Turun Rp700 Ribu
Baru-baru ini, Gilang mendapatkan informasi berharga mengenai kemudahan cicilan KPR. Bank pemberi KPR biasanya akan menaikkan suku bunganya bila suku bunga acuan BI naik. Namun jika suku bunga acuan BI turun, bank belum tentu akan menurunkan suku bunganya.
“Saya baru tahu dari seorang staf bank kalau kita boleh mengajukan surat permohonan penurunan suku bunga KPR, atau restrukturisasi kredit – sesuai suku bunga acuan BI. Mereka takkan menolak. Saya coba ajukan, eh bulan depannya cicilan saya langsung turun sebesar Rp700 ribu. Lumayan, ya. Coba saya tahu dari dulu,” urai Gilang.
Sesuai dengan informasi tentang proses restrukturisasi kredit yang ada pada laman Panduan Properti di Rumah247.com, ada beberapa upaya perbaikan yang dilakukan bank terhadap debitur yang kesulitan memenuhi kewajiban membayar cicilan.
Cara Meringankan Cicilan KPR Berjalan dengan Restrukturisasi Kredit
Inilah yang dilakukan bank dalam Restrukturisasi Kredit
- Penurunan suku bunga kredit
- Perpanjangan jangka waktu kredit
- Pengurangan tunggakan bunga kredit
- Pengurangan tunggakan pokok kredit
- Penambahan fasilitas kredit; dan/atau
- Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara
“Syarat-syaratnya waktu itu, mengisi formulir surat permohonan restrukturisasi, fotokopi KTP, fotokopi NPWP, dan fotokopi rekening,” jelas Gilang. Meski terlihat mudah, tetapi sejumlah kriteria utama mesti dipenuhi agar debitur bisa memperoleh fasilitas tesebut.
Kriteria pertama, debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit. Kedua, debitur diperkirakan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi atau memiliki prospek usaha yang baik. Ketiga, debitur bersikap kooperatif. Keempat, debitur masih menunjukkan itikad untuk melunasi utang.
Cerita Rumah Gilang: Rencana Membangun Lantai Dua dan Beli Rumah Kedua
Saat ini, Gilang sedang mempersiapkan untuk membangun lantai dua rumahnya. Kamar tidur hanya dua, sementara anaknya tiga orang. Jika anak-anak beranjak besar, mereka tentu membutuhkan tambahan kamar. Gilang sedang menjajaki kemungkinan menaikkan plafon kredit bank untuk mewujudkan rencana ini tahun depan.
Sementara, ia juga punya impian jangka panjang. Lima tahun lagi, ia berniat membeli rumah kedua untuk investasi. Kelak jika anak bungsunya harus kuliah dan ia –kemungkinan terburuknya—tak punya dana, rumah kedua bisa dijual untuk membiayai kuliah anaknya.
TANYA RUMAH247.COM
Jelajahi Tanya Rumah247.com, ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami
Tanya Rumah247.com Sekarang
“Saya lebih memilih beli rumah daripada mobil, karena nilai properti terus meningkat. Nilai rumah saya saja kini sudah dua kali lipat. Dulu, sebagai orang Bandung yang terbiasa dengan hawa sejuk, saya enggan tinggal di Jabodetabek yang panas. Tak disangka, rezeki, jodoh, dan rumah pertama saya malah di sini,” ujarnya.
“Impian mengembangkan rumah pasti selalu ada, tetapi saya sudah bersyukur dengan kondisi sekarang. Kini saya dan istri tinggal fokus mengelola apa yang ada agar dukungan dan fasilitas dari rumah dapat berdampak positif bagi perkembangan anak-anak kami,” tutup Gilang.
Itulah cerita perjuangan Gilang untuk punya rumah bagi keluarga yang dicintainya. Rumah yang dibeli dengan dana pas-pasan, bahkan sempat menunggak cicilan. Masih ada banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di
Cerita Rumah.
Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Eyi Puspita, Foto: Hadi barong