Download Aplikasi Rumah247

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Beli Rumah Tua di Tengah Kota, Kantong Nyaman, Tidak ‘Tua’ di Jalan

“Rumah adalah tempat yang nyaman, tempat untuk kembali, tempat membangun keluarga.” – Cerita Rumah Fitri dan Yudha
Perjalanan Fitri Anggraeni (Fitri) dan Rizky Primayudha (Yudha) untuk punya rumah sendiri terbilang cukup singkat. Setelah menikah pada 2019, mereka berdua memilih rumah kos sebagai tempat tinggal. Selama satu tahun mereka menikmati bermukim di sana. Hingga kemudian pandemi COVID-19 melanda, membuat Fitri dan Yudha memutuskan untuk pindah ke sebuah apartemen satu kamar.
Setelah menikah dan bisa tinggal di rumah milik sendiri memang impian banyak pasangan, namun mereka berdua menjalaninya dengan cukup santai. Bukan tidak mau membeli tempat tinggal permanen, bagi mereka menyewa pun tidak jadi masalah. Ini karena pada September 2021 mereka bertolak meninggalkan tanah air selama kurang lebih satu tahun untuk menimba ilmu di Cambridge, Inggris.
Sepulangnya dari Inggris, pada Oktober 2022, Fitri dan Yudha kembali menyewa sebuah apartemen, kali ini yang memiliki dua kamar, di kawasan Thamrin, Jakarta. Sejak awal menyewa, sudah ada informasi bahwa mereka tidak bisa tinggal lama-lama di sana. Sang pemilik hanya memberi mereka waktu hingga April 2023 karena sudah berencana akan memakainya sendiri.
Mereka tidak terlalu khawatir, “Kalau sudah waktunya harus pindah, menyewa (apartemen) lagi saja,” kata Fitri. Di waktu bersamaan, mereka pun telah merencanakan untuk memulai pencarian hunian yang akan mereka beli. Karena telah terbiasa tinggal di apartemen, mereka pun lebih memilih jenis hunian ini sebagai tempat tinggal mereka nanti. Syarat yang mereka tetapkan, “Sesuai kemampuan kami,” begitu kata Fitri.
Baru satu minggu sampai di Indonesia, mereka mendapat kabar bahagia. Fitri mengandung. Pasangan ini pun dihadapkan pada urgensi untuk menemukan hunian nyaman untuk keluarga kecil mereka. Prosesnya berlangsung sangat cepat. Survei sekira satu bulan saja, lalu berhasil menemukan hunian yang sesuai keinginan, transaksi jual-beli, lalu pindah ke hunian baru. Semua itu terjadi dalam waktu kurang dari satu tahun.

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Pemilik Naikkan Harga, Beli Apartemen Ditunda

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Pemilik Naikkan Harga, Beli Apartemen Ditunda
Fitri dan Yudha memang sudah mempersiapkan anggaran untuk membeli hunian, sekitar 60 persennya merupakan uang tunai
Pilihan pertama pasangan ini adalah apartemen di dekat kantor Fitri, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. “Sudah hampir deal, harga sudah oke,” kata Yudha. Tetapi saat itu tiba-tiba sang pemilik menaikkan harga karena merasa apartemennya banyak diminati. Pasangan ini pun mundur. “Langsung enggak sreg,” begitu ujar Yudha.
Walau telah berniat untuk membeli apartemen, Fitri dan Yudha memang tidak menutup kemungkinan akan jenis hunian lain. “Kami iseng bertanya ke teman yang baru pindah rumah,” cerita Fitri. Teman pasangan ini baru saja membeli rumah di Cipinang Kebembem, Jakarta Timur dengan bantuan seorang agen. Mereka pun kemudian diperkenalkan kepada agen properti teman tersebut.
“Awalnya kami mau dikasih lihat rumah di area dekat dengan teman kami itu,” kata Yudha. Mereka pun membuat janji untuk bertemu dengan sang agen di sebuah supermarket di Kelurahan Jati, Jakarta Timur. Kebetulan, tak jauh dari supermarket tersebut ada rumah baru yang dijual. Mereka pun langsung melihatnya.
Tips Beli Rumah Pertama Bagi Milenial dan Pasangan Baru Menikah

Tips Beli Rumah Pertama Bagi Milenial dan Pasangan Baru Menikah

Mereka berdua langsung suka melihat rumah yang sedang dijual itu, baik dari bentuk, lokasi, dan harganya yang Rp2,7 miliar. Fitri dan Yudha memang sudah mempersiapkan anggaran untuk membeli hunian, sekitar 60 persennya merupakan uang tunai, selebihnya mereka berencana memanfaatkan pinjaman lunak yang tersedia dari kantor. Pinjaman tersebut bersifat multiguna sehingga dapat digunakan tidak hanya untuk membeli rumah.
Namun mereka menghadapi satu masalah, harga rumah tersebut lebih tinggi dari seluruh anggaran yang telah mereka tetapkan. Dengan demikian, mereka perlu mengajukan KPR untuk melanjutkan proses pembelian. “Karena baru pindah kerja, untuk ambil KPR agak lama prosesnya. Sementara mereka (pemilik rumah) tidak bisa menunggu selama itu,” Fitri bercerita. Mereka pun batal membeli rumah tersebut.

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Rumah Baru Harga Tinggi, Beli Rumah Lama Direnovasi

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Rumah Baru Harganya Tinggi, Pilih Rumah Lama untuk Direnovasi
Setelah melihat rumahnya langsung, mereka pun merasa cocok meski rumah tersebut rumah lama sehingga harus direnovasi atau dibangun kembali agar nyaman untuk ditinggali.
Seperti kata pepatah, pucuk dicinta ulam pun tiba, batal membeli rumah yang ditaksir, Fitri dan Yudha melihat spanduk bertuliskan rumah dijual tanpa perantara persis di sebelahnya. Mereka langsung menghubungi nomor yang tertera di spanduk tersebut dan membuat janji untuk melihat rumah secara langsung. Mereka juga melihat rumah dijual tanpa perantara lainnya yang berlokasi tak jauh dari situ. Tetapi untuk ukuran yang sama, harganya lebih tinggi.
Gugurlah opsi tersebut hingga mereka kembali ke pilihan sebelumnya. Setelah melihat rumahnya langsung, mereka pun merasa cocok meski rumah tersebut rumah lama sehingga harus direnovasi atau dibangun kembali agar nyaman untuk ditinggali. Tanahnya dihargai Rp17 juta per meter persegi. “Setelah menghitung kemampuan finansial, kita memang lebih cocok membangun dibanding beli rumah jadi,” kata Fitri.
Rumah ini dibeli secara tunai dengan anggaran yang telah dipersiapkan sebelumnya ditambah pinjaman lunak dari kantor. Mereka cukup yakin dengan metode pembayaran ini karena mereka memutuskan untuk membangun kembali rumah tersebut, dengan bantuan jasa arsitek dan kontraktor. Dengan demikian, bila ada kekurangan di tengah jalan mereka bisa lebih fleksibel mencari jalan keluar. Tapi ternyata, dibanding rumah baru yang telah mereka lihat di area sekitar, ini justru lebih hemat.

AreaInsider

KETAHUI POTENSI AREA JAKARTA TIMUR DAN AREA LAINNYA LEWAT AREAINSIDER

Simak selengkapnya di sini!

Tunjukkan
Bicara tentang jenis hunian, rumah cluster memang dianggap memiliki keunggulan dari sisi keamanan dan fasilitas hunian yang memadai. Fitri dan Yudha pun mempertimbangkannya. “Sebelum berangkat ke Inggris, iseng-iseng kami pernah survei (rumah cluster) untuk mengetahui kemampuan finansial, kira-kira bisanya beli rumah di daerah mana,” ujar Fitri. Mereka survei area Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Mereka sepakat di dalam cluster memang suasananya enak dan nyaman. Namun begitu keluar dari cluster seperti ada yang menghambat hati mereka.“Biasanya (untuk sampai ke cluster) jalan kecil dulu baru ke jalan besar. Beda sama rumah yang sekarang, ke toko dekat, ke jalan besar juga dekat,” Fitri berkata. Ketika mencari rumah yang sekarang mereka tempati, sang agen juga sempat memperlihatkan rumah cluster di area Cipinang. Namun impresi mereka tetap sama.
Dengan pertimbangan lokasi tersebut, Fitri dan Yudha tidak berpikir lama-lama untuk membeli rumah di kawasan Jati, Pulogadung, Jakarta Timur yang sekarang mereka tempati bersama Mika, sang buah hati. Sebuah rumah tingkat tiga dengan luas tanah 89 meter persegi dan luas bangunan 180 meter persegi.

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Coret Rumah Cluster dari Pilihan, Tidak Mau ‘Tua’ di Jalan

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Coret Rumah Cluster dari Pilihan, Tidak Mau ‘Tua’ di Jalan
Salah satu alasan mereka mencoret rumah cluster dari daftar pilihan calon hunian karena rata-rata berlokasi di pinggiran Jakarta atau sudah provinsi tetangga.
Ketika mencari hunian, pasangan Fitri dan Yudha punya kriteria sendiri bahwa jarak dari rumah ke kantor maksimal 14 kilometer saja. “Mau ke arah barat, selatan, tidak masalah,” kata Yudha. Jarak ini ditetapkan berdasarkan pengalaman. Itulah jarak maksimal dari rumah ke sekolah saat mereka tinggal di Bandung, Jawa Barat, dulu. Karena itu, mereka yakin bisa menjalani perjalanan dengan jarak serupa dengan nyaman di Jakarta karena sudah terbiasa.
Yudha juga cerita jika teman-teman seangkatannya kebanyakan baru membeli rumah dua tahun lalu, ketika pandemi COVID-19 baru merebak. Banyak yang memilih hunian di Bintaro, Tangerang Selatan. “Saya tanya jarak dari rumah ke Bintaro berapa jauh, rata-rata jawabannya 25 kilometer,” kata Yudha. Karena saat itu kebanyakan masih bekerja dari rumah, jarak dari rumah ke kantor bukan masalah. Ketika sudah kembali bekerja ke kantor penuh waktu, baru terasa. Perjalanan rumah-kantor menggunakan KRL pun menurut Yudha belum menyelesaikan masalah, “Karena harus untel-untelan sampai Stasiun Tanah Abang.”
Fitri juga berbagi pengalamannya. Saat masih kuliah di Universitas Indonesia, Depok, ia pernah magang di Jakarta selama tiga bulan. “Selama itu saya merasakan jadi warga Depok yang begitu naik kereta harus berjuang,” cerita Fitri. Saat itu Fitri berpikir kalau nanti ia bekerja di Jakarta, ia tidak ingin tinggal jauh-jauh dari kantornya. “Mungkin orang lain bisa terbiasa ya, tapi saya enggak deh,” begitu katanya.
Ini pula yang menjadi salah satu alasan mereka mencoret rumah cluster dari daftar pilihan calon hunian. Karena rumah cluster baru rata-rata berlokasi di pinggiran Jakarta atau sudah provinsi tetangga. “Kami tidak mau tua di jalan,” ujar Yudha. “Semacet-macetnya 14 kilometer, bisa sampai lah satu jam.”
Memang ada plus minusnya. Menurut Fitri, itu semua tergantung preferensi masing-masing orang. “Semua pasti ada trade off-nya,” ujarnya. Jika mereka membeli rumah di Cibubur atau Depok, yang notabene jauh dari pusat kota Jakarta tempat mereka bekerja, mungkin bisa dapat properti yang lebih luas, yang memiliki halaman. Namun mereka harus mengorbankan waktu beristirahat di rumah dengan berangkat ke kantor lebih pagi.

Cerita Rumah Fitri dan Yudha: Pilih Keramik Lebih Susah Dibanding Pilih Jodoh

 

Mereka menyusun daftar kebutuhan dan keinginan kepada arsitek. Seperti ada kamar di lantai bawah, sehingga lebih nyaman untuk orang tua saat berkunjung.

Proses Fitri dan Yudha menempati rumah ini tergolong singkat. Survei dilakukan kira-kira satu bulan pada Oktober 2022, dan di bulan berikutnya mereka telah memantapkan hati untuk membeli. Transaksi jual-beli dilakukan pada Desember 2022. Memasuki Januari 2023, pembangunan rumah dimulai kemudian mereka mulai menempatinya pada bulan Mei di tahun yang sama.

Mereka berdua sudah menganggap ini sebagai rumah idaman mereka. “Ini benar-benar keluar dari kepala kita,” ujar Fitri. Mereka menggambar tata letak rumah lalu memberikannya kepada arsitek. “Dia yang menerjemahkannya menjadi sesuatu yang bisa dibangun.”
Mereka menyusun daftar kebutuhan dan keinginan kepada arsitek. Seperti ada kamar di lantai bawah, sehingga lebih nyaman untuk orang tua mereka saat berkunjung. Rumah dibuat dengan konsep terbuka di mana tidak ada sekat yang memisahkan ruang keluarga, dapur, dan area makan.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah.com

Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah247.com

Walau area tidak terlalu besar, mereka menginginkan taman berbentuk L di pinggir dan belakang rumah untuk memaksimalkan cahaya alami dan sirkulasi udara. “Banyak maunya, kalau beli rumah jadi kan sulit, ya, dapetnya,” ujar Fitri.
Ketika ditemui, Yudha dan Fitri baru menempati rumah mereka selama dua minggu sehingga belum merasa bonding dengan sudut-sudut di sana. Salah satu area yang sangat ia perhatikan selama pembangunan adalah kamar mandi. “Di toko keramik lama banget. Memilih keramik itu lebih susah dibanding memilih jodoh,” kelakar Fitri. Selain itu, ia juga mengaku tak sabar untuk mulai mendekorasi ruang kerjanya di lantai atas.

Tips Temukan Rumah Idaman Ala Cerita Rumah Fitri dan Yudha

Tips Temukan Rumah Idaman Ala Cerita Rumah Fitri dan Yudha

Kalau sudah menemukan hunian yang bagus dan cocok di hati, jangan takut-takut, karena mungkin Anda tidak akan menemukannya lagi.

  • Pertimbangkan kebutuhan utama Anda. “Tiap orang beda-beda,” kata Fitri. Lokasi di tengah hiruk-pikuk kota, misalnya, tidak akan menjadi menggiurkan jika Anda bekerja di rumah yang memerlukan atmosfer tenang. Tetapi jika Anda perlu memangkas waktu perjalanan dari tempat kerja ke rumah, lokasi tersebut patut dipertimbangkan. Begitu pula dengan fasilitas-fasilitas yang tersedia di sekitarnya.
  • Untuk yang sudah berkeluarga dan memiliki anak kecil, adanya taman bermain tentu menjadi nilai plus. Sebaliknya, para lajang mungkin lebih tertarik dengan kafe atau pusat kebugaran.
  • Mencari langsung ke lokasi sambil melihat-lihat spanduk rumah dijual. Jika sekiranya tertarik, tidak usah malu untuk mengetuk rumah tersebut. Anda mungkin saja akan dapat best deal!
  • Kalau sudah menemukan hunian yang bagus dan cocok di hati, jangan takut-takut, gunakan saja semua harta yang Anda punya untuk membelinya. Karena mungkin Anda tidak akan menemukannya lagi. Bukan berarti jadi tidak bijaksana dengan secara finansial. Anda pun harus bisa mengukur dan memproyeksikan kemampuan serta kebutuhan.
Itulah cerita pengalaman Fitri dan Yudha yang berhasil punya rumah dengan mudah selepas menikah. Pilih beli rumah tua di tengah kota, kantong nyaman, tidak ‘tua’ di jalan. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
***
Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Teks: Nofi Firman, Foto: Adiansa Rachman
Penyangkalan: Informasi yang disajikan hanya sebagai informasi umum. PropertyGuru Pte Ltd dan PT AllProperty Media atau Rumah247.com tidak memberikan pernyataan ataupun jaminan terkait informasi tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada pernyataan ataupun jaminan mengenai kesesuaian informasi untuk tujuan tertentu sejauh yang diizinkan oleh hukum yang berlaku. Meskipun kami telah berusaha melakukan yang terbaik untuk memastikan informasi yang kami sajikan di dalam artikel ini akurat, dapat diandalkan, dan lengkap pada saat ditulisnya, informasi yang disajikan di dalam artikel ini tidak dapat dijadikan acuan dalam membuat segala keputusan terkait keuangan, investasi, real esate, maupun hukum. Lebih jauh, informasi yang disajikan bukanlah sebagai pengganti saran dari para profesional yang terlatih, yang dapat mengambil keputusan sesuai dengan kondisi dan situasi Anda secara pribadi. Kami tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari keputusan yang Anda buat dengan mengacu pada informasi yang tersaji dalam artikel ini.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
3,910FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles