Ayu Widyastuti dan suaminya, Henri Kristian, sudah mulai mencari rumah sejak 2008. Beberapa lokasi telah mereka survei, bahkan ada yang hampir deal. Namun, seperti kata Ayu, rumah adalah perkara jodoh. Beberapa kali mereka batal membeli rumah yang sudah diincar, bahkan sampai ada yang sudah bayar uang muka segala.
Selain itu, dua kejadian kurang mengenakkan perihal KPR membuat Ayu dan suami kapok. Mereka bertekad mengandalkan tabungan dan mengerahkan segala daya untuk dapat membeli rumah secara mandiri. Walaupun butuh waktu yang cukup lama, perjuangan mereka berbuah manis.
Mau punya rumah di kawasan Bekasi? Tepatnya di Jatiwarna yang aksesnya mudah ke mana-mana? Temukan pilihan rumahnya dengan harga di bawah Rp600 jutaan di sini!
Mereka berhasil mendapatkan rumah impian pada 2012. Berbeda dari pencarian rumah-rumah sebelumnya, kali ini proses pencarian, bahkan sampai pembelian rumahnya sangat mulus. Baik lokasi maupun rumahnya langsung cocok di hati. Pihak pengembang pun sangat koperatif.
“Ternyata kalau sudah jodoh, jalannya sangat mudah,” ujar Ayu.
Cerita Rumah Ayu: Dua Kali Gagal Proses Pengajuan KPR Rumah
Sejak menikah pada tahun 2007, Ayu dan Henri tinggal di rumah orangtua Ayu di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Namun tekad untuk memiliki rumah sendiri sudah mereka pupuk sejak masih berpacaran. Sayangnya tahun 2007 Henri sedang menjalani penempatan dinas di luar kota sebagai anggota TNI AL.
Barulah pada 2008, ketika Henri sudah kembali, keduanya mulai berburu rumah impian. Awalnya mereka menemukan sebuah rumah di suatu kompleks di kawasan Cileungsi, Bogor. Setelah menemuka rumah yang ingin dibeli, mereka pun mengajukan KPR ke bank. Namun sayang, pengajuan KPR mereka ditolak bank.
“Saya tidak mengerti mengapa pengajuan KPR kami ditolak. Pihak bank tidak menjelaskan alasannya. Padahal saya dan suami sama-sama bekerja. Waktu itu saya masih bekerja sebagai karyawan tetap pada sebuah perusahaan swasta,” kenang Ayu.
Syukurlah Ayu dan Henri tidak mau berlama-lama menyesali kegagalan mereka memiliki rumah di Cileungsi. Mereka dengan penuh semangat tetap mencari rumah impiannya. Rumah kedua yang mereka incar kali ini terletak di wilayah Cibubur. Dan tak butuh waktu lama, mereka langsung menemukan rumah yang ingin mereka beli.
Uang muka tanda jadi juga telah dibayarkan pada pengembang. Ayu dan Henri lalu diarahkan pada bank yang bekerja sama dengan pengembang untuk mengajukan permohonan KPR. Namun entah kenapa, lagi-lagi mereka mengalami kendala seputar KPR. Kali ini masalahnya datang dari staf marketing bank yang seharusnya membantu mereka mengurus proses pengajuan kredit.
“Staf marketing bank ini orangnya mbulet banget. Pertama, dia minta bertemu di sebuah resto siap saji. Besoknya, dia minta berkas ini. Lusanya, minta berkas itu. Lalu minta foto ruangan kantor! Saya jadi bingung, kok mengumpulkan persyaratan dicicil begini? Lalu, apa perlu foto ruangan kantor segala?” ujar Ayu yang mulai tidak sreg melihat gelagat staf marketing bank yang seperti sengaja memperlambat proses pengajuan KPR-nya.
Berbulan-bulan menunggu kabar permohonan KPR juga tak kunjung ada kejelasan. Ia bahkan ragu jika berkas-berkasnya sudah diajukan ke bank oleh si staf marketing. Akhirnya Ayu dan suami memutuskan untuk menarik pengajuan KPR dan membatalkan pembelian rumahnya. Lagi-lagi, impian mereka memiliki rumah harus terganjal masalah KPR.
Cerita Rumah Ayu: Perjuangan Menarik Uang Muka DP Rumah
Urusan tak lantas selesai. Ayu mesti berjuang untuk mendapatkan kembali uang muka yang sudah ia setorkan ke pengembang. Baginya uang DP rumah itu sangat berarti, bisa dimanfaatkannya untuk investasi. Tapi untuk mencairkan uang muka tersebut Ayu harus punya surat penolakan KPR dari bank meski berkas permohonan Ayu belum diproses oleh bank.
Ayu terpaksa harus menelan pil sabar lagi karena surat penolakan KPR dari bank tak kunjung datang. Dan ketika kesabarannya habis, Ayu akhirnya mengangkat telepon dan menghubungi bank bersangkutan. “Untung-untungan saja menekan nomor ekstension yang dituju. Eh, ternyata yang angkat telepon kepala divisi kredit! Wah, pas sekali. Saya langsung jelaskan masalahnya dan hanya dalam 15 menit, surat penolakan KPR itu langsung dikirimkan ke faks kantor saya!”
Selanjutnya, ia menghubungi staf pengembang di kantor Cibubur untuk meminta pengembalian uang muka. “Saya telepon staf pengembangnya tidak diangkat. Kalau saya bolak-balik ke Cibubur dari Kebon Jeruk juga susah. Saya akhirnya mencari alamat kantor pusat pengembang di internet. Ternyata kantor pusatnya di tengah Jakarta. Saya telepon ke sana dan membuat janji untuk datang,” kisah Ayu.
Ayu kemudian datang sendiri ke kantor pusat dan menemui staf bagian keuangan, berharap uang DP rumahnya bisa segera dikembalikan. Namun menurutnya jawaban yang diberikan hanyalah alasan untuk mengulur-ngulur waktu. Ayu tak mau menyerah, tegas ia meminta agar pencairan uang mukanya segera diproses.
Tips Rumah247.com Dalam proses pencarian rumah penting untuk memiliki tekad yang kuat dan juga menyiapkan rencana cadangan. Jika rencana awal gagal, lakukan rencana cadangan. Dengan tekad yang kuat pasti selalu ada jalan. Terpenting, jangan mudah patah semangat.
Kurang dari sebulan, perjuangan ‘gerilya’ Ayu akhirnya terbayar. Uang muka rumah yang telah ia setorkan ke pengembang berhasil dicairkan. Namun dua kali gagal saat pengajuan KPR membuat Ayu dan suaminya jera. Mereka bertekad agar kelak bisa membeli rumah tanpa harus mengajukan KPR.
Perlu diketahui, mengajukan KPR memang memerlukan prasyarat tertentu yang harus dipenuhi. Agar pengajuan KPR berjalan lancar, ada sejumlah hal terkait kondisi keuangan Anda yang harus dipenuhi, mulai dari BI Checking, masa kerja, rasio hutang, dan lainnya.
Rasa kapok Ayu dan suaminya karena pengajuan KPR-nya ditolak dengan alasan yang kurang jelas memang bisa bikin drop semangat. Namun jangan patah semangat, KPR memang salah satu bentuk pembiayaan yang paling banyak digunakan orang untuk kredit rumah, tapi bukan satu-satunya cara.
Cerita Rumah Ayu: Menemukan Rumah Strategis di Area yang Berkembang Pesat
Selain dua rumah di Cileungsi dan Cibubur, Ayu juga sempat melirik sebuah perumahan di kawasan Jatiasih, Bekasi. Namun perumahan ini tidak jadi mereka ambil karena kurang sreg dengan kondisi rumah dan tanahnya. Ayu merasa posisi tanah rumah di Jatiasih ini kurang kokoh menopang bagian belakang rumah yang diberi fondasi lalu dipagari, takut fondasinya kurang kuat dan menyebabkan longsor.
“Ketika memilih rumah, sebaiknya kita memang tidak mengabaikan insting. Kalau perasaan kita tidak enak dan insting berkata ‘jangan’, tak perlu memaksakan. Coba pelajari dulu apa yang membuat kita tidak sreg? Pasti akan ada hal-hal yang menunjukkan rumah itu memang bukan untuk kita. Segera ambil keputusan dan cari rumah lain,” tutur Ayu.
Kegagalan demi kegagalan yang dialami tidak serta merta membuat Ayu dan Henri putus asa, meski mereka sempat merasa lelah juga. Setelah rehat sejenak, memulihkan diri dari kekecewaan yang datang berturut-turut, pelan-pelan mereka kembali mencari informasi seputar rumah dijual dan tips membeli rumah, yang antara lain mereka dapatkan dari Rumah247.com.
Namun pada suatu ketika seorang teman memberikan informasi tentang rumah dijual di Jatiwarna, Kranggan, Bekasi. Saat survei, lokasi Jatiwarna ternyata sangat strategis menurut Ayu dan sang suami, Henri. Ada dua akses tol yang memudahkan mereka menjangkau berbagai tempat seperti tol menuju Pondok Indah dan tol ke arah Kalimalang, Cikampek, Bandung. Mencapai Cilangkap area rumah mertua Ayu, Cibubur, dan Bogor juga mudah.
Tahun 2012 ketika dulu Ayu pertama kali survei, Jatiwarna belum seramai sekarang. Area itu kini berkembang pesat. Segala yang mereka perlukan tersedia dalam jarak dekat. Dari sekolah berkualitas, supermarket, toko daging modern, rumah makan, resto cepat saji, sampai tempat ngopi favorit.
“Pokoknya mau pesan online makanan apa saja ada dan dekat. Ini penting,” kata Ayu sambil tertawa.
Perumahan yang disurvei Ayu adalah klaster satu pintu dengan sekitar 67 rumah di dalamnya. Kala itu rumah yang ditawarkan tinggal dua unit saja. Harga yang mereka dapat juga masih harga lama, bukan harga pasaran saat itu. Ayu dan Henri memilih salah satu rumah dengan luas tanah 85 m2 dan luas bangunan 45 m2.
Cerita Rumah Ayu: KPR Ditolak, KTA Bertindak
Setelah dua kali gagal mengajukan KPR, Ayu dan Henri akhirnya bertekad mengerahkan segala daya dan tabungan yang mereka punya demi membeli rumah di Jatiwarna. Ya, meski mengaku kecewa dengan proses pengajuan KPR rumahnya bukan berarti cita-cita punya rumah sendiri tidak jadi.
“Saya trauma dengan proses pengajuan KPR. Kami gunakan tabungan yang kami kumpulkan sejak lama saja. Setelah menikah, saya memang tidak langsung dikaruniai anak. Jadi kami bisa mengalihkan dana yang ada fokus menabung untuk rumah. Kami juga menjual yang bisa dijual, pokoknya semua dikerahkan. Sisa kekurangannya baru pinjam ke bank melalui KTA,” kata Ayu.
Untung bagi mereka, pihak pengembang perumahan itu juga sangat koperatif, komunikatif, dan percaya pada mereka. Sesuai kesepakatan, Ayu dan Henri akan mencicil rumah sebanyak tiga kali. Pengembang setuju saja dengan tanggal pembayaran yang Ayu minta, bahkan tak pernah menagih pembayaran.
Kejutan bagi Ayu dan Henri, pada tahun 2012 itu juga, mereka tak hanya mendapat rezeki rumah. Ayu juga sedang hamil dan sedang menanti kelahiran bayi yang telah lama ditunggu-tunggu. “Alhamdulillah, semua sudah diatur sedemikian rupa oleh Allah. Semua pas. Waktunya pas, jalannya juga ada.”
Setelah resmi memiliki rumah sendiri, Ayu dan Henri tak langsung menempatinya. Pertimbangannya, anak baru saja lahir. Mereka perlu penyesuaian dan persiapan yang lebih matang untuk pindah. Kebetulan Henri juga harus kembali bertugas di luar kota. Mereka memutuskan untuk mengontrakkan rumah yang baru dibelinya itu.
Ayu mengaku, rumah di Jatiwarna, Bekasi, ini berbeda dari perumahan Cibubur yang batal mereka beli. Perumahan di Cibubur jauh lebih besar, jalanannya lebar, gerbang perumahannya mewah dan fasilitas perumahannya juga lengkap.
Cerita Rumah Ayu: Rumah Bebas banjir, Dekat Rumah Mertua
“Saya tidak mengharuskan jika sebuah perumahan harus lengkap fasilitasnya seperti ada jogging track atau gerbang megah. Yang terpenting nyaman dan aman. Saya lebih senang di Jatiwarna karena lokasinya strategis dan dekat dari mana-mana, termasuk dekat dari rumah mertua di Cilangkap. Di sini juga bebas banjir karena datarannya tinggi,” urai Ayu.
Ada kelebihan, tentu juga ada kekurangan. Ruas jalan Jatiwarna yang lumayan sempit membuat lokasi itu sering macet. Bahkan di masa pandemi, kemacetan di sana tak berkurang sedikit pun. Jalan sempit membuat Ayu dan Henri harus ekstra hati-hati saat mengendarai kendaraan.
Kini sudah tiga tahun Ayu, Henri dan putri mereka Chery menempati rumah di Jatiwarna. Luas bangunan rumah kini juga bertambah karena mereka telah merenovasi dan membangun lantai dua.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah247.com
“Syukurlah, kami sudah memiliki rumah yang kami inginkan sejak dulu. Semua sudah sesuai dengan bayangan saya. Sekarang kami mau bersyukur dulu, sambil menunggu perkembangan selanjutnya. Anak makin lama makin besar, siapa tahu dia nanti mau kamar yang lebih luas,” tutur Ayu.
Bagi para pencari rumah impian, Ayu berpesan: Jika menemui banyak kendala saat mencari rumah, bersabar dan jangan patah semangat. Kalau rencana A gagal, B-nya apa? Kalau rencana B gagal, C-nya apa? Yakinlah kelak akan mendapatkan rumah yang benar-benar untuk kita.
“Saya percaya pada jalan Allah. Dia akan menunjukkan rumah terbaik untuk kita. Kalau ada kegagalan dan kendala yang sangat berat, ya berarti rumah itu memang bukan jodoh. Pasti ada rumah lebih baik yang sudah disiapkan oleh Allah.”
Itulah cerita pengalaman Ayu mewujudkan cita-citanya punya rumah sendiri yang pengajuan KPR-nya sampai gagal dua kali. Berbekal tekad yang kuat, kini rumah impiannya bisa terbeli dan nyaman dihuni. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.