Tidak terbesit di pikiran Lani, bahwa suatu saat mereka berhasil memiliki rumah lagi. Dari punya satu rumah, lalu dua rumah, kemudian kini menjadi tiga rumah. Semua terjadi tanpa dipaksakan. Tidak ada target, hanya rezeki yang hadir dan kesempatan yang ada.
Lani dan sang suami, Ismail, serta kedua anaknya Fathan dan Syahla, kini menempati rumah ketiga mereka di area Tanah Baru, Kecamatan Beji, Depok, Jawa Barat. Rumah dengan luas tanah 105 m2 dan luas bangunan 60 m2, yang terletak di sebuah mini klaster berisi tujuh rumah saja.
“Kebetulan sebagian keluarga kami rata-rata tinggal di daerah sini. Mulai dari keluarga suami dan juga orang tua saya. Alhamdulillah, rumah kami pun ketiga-tiganya juga berada di Tanah Baru, Depok,” jelas Lani.
Dengan beberapa kali pengalaman membeli rumah dengan proses KPR, pada proses pembelian rumah ketiga ini Lani berbagi cerita bagaimana strateginya dalam melunasi pembayaran cicilan KPR rumah dengan cepat, jauh dari hitungan perkiraan tenor KPR yang diambil, yaitu 15 tahun.
Mau punya rumah di area Tanah Baru, Beji, Depok, seperti rumah Lani yang dekat ke Jakarta, akses mudah, dan terdapat stasiun kereta? Temukan pilihan rumahnya dengan harga mulai dari Rp300 jutaan di sini!
Cerita Rumah Lani: Rumah Pertama Dipinjamkan, KBR Rumah Kedua Bunganya Dibayar Perusahaan
Lani menikah dengan Ismail pada tahun 2003. Saat itu Ismail telah memiliki rumah, yang otomatis menjadi rumah pertama bagi mereka. Saat itu mereka berpikir, setelah menikah akan langsung tinggal di rumah tersebut. Namun kondisi berkata lain.
“Tapi ketika itu, ada kondisi di mana kakak suami yang memiliki empat orang anak masih berpindah-pindah mengontrak rumah. Lalu orang tua saya bilang agar kita berdua ngalah dan bantu mereka yang jumlah keluarganya lebih banyak untuk tinggal di rumah tersebut,” papar Lani, yang kemudian bersama Ismail kembali ke rumah orang tua Lani.
Tak disangka-sangka, di tahun 2007 saat sedang mulai menabung untuk punya rumah lagi, keberuntungan muncul. Dari kantor Ismail, ada program baru berupa tunjangan untuk KPR. Kebetulan beberapa tahun sebelumnya Ismail dan Lani pernah membeli tanah milik keluarga, namun tidak langsung dibangun karena dana belum cukup.
Seputar Kredit Bangun Rumah (KBR) dan Cara Pengajuannya
“Dengan program dari kantor suami, kita kemudian mengajukan Kredit Bangun Rumah (KBR) di tanah yang kita sudah punya. Kredit ini masuk dalam kategori KPR. Karena bank pemberi KPR bekerjasama dengan kantor suami, jadi proses pengajuannya mudah. Kita hanya mencicil utang pokoknya saja, bunganya dibayar perusahaan,” kata Lani.
Ismail yang berkantor di sebuah perusahaan amonia berbasis di Kalimantan ini selama tenor KPR 10 tahun berlangsung sama sekali tidak menerima bonus dan uang tambahan apa pun dari kantor. Semua langsung masuk ke cicilan KPR agar cepat lunas.
“Kita selama ini nggak mau nyusahin orang. Berusaha baik ke orang lain, kalau kita bisa kita selalu usahakan untuk menolong orang. Alhamdulillah, datang rezeki berupa tunjangan dari kantor suami, jadi tahun 2007 rumah kami berdiri,” tambah Lani.
Cerita Rumah Lani: Punya Dua Anak, Beli Rumah Lagi, Ditujukan Sebagai Investasi
Sekitar tahun 2015 akhir, mulai muncul niat untuk mencari rumah lagi. Alasannya saat itu, karena Lani telah memiliki dua anak, dan berpikir investasi untuk anak ke depannya apa. Pasangan ini pun sepakat bahwa investasi rumah merupakan keputusan yang paling tepat.
Kedua anak Lani dan Ismail saat itu masih duduk di kelas VI SD dan si kecil masih kelas II SD. Meski demikian, mereka merasa penting untuk mempersiapkan masa depan anak-anak. Itu sebab, mereka mulai mempertimbangkan untuk berinvestasi, investasi rumah.
“Cuma kepikiran saja kalau kita sudah tua, tenang karena anak-anak sudah punya rumah. Makanya kita nambah satu lagi. Dan lagi, kondisi harga tanah semakin gila! Cepat sekali kenaikannya, dan lahan kosong sudah mulai habis,” ujar Lani.
Ia tambahkan, “Kalau nggak nyicil mulai beli dari sekarang, nantinya bisa-bisa kita akan makin jauh sama anak-anak kita. Harga rumah yang bisa dibeli bisa semakin jauh dari sini (Tanah Baru, Depok).”
Panduan Lengkap Investasi Rumah yang Tepat dan Aman
Saat itu sekitar sembilan tahun setelah rumah kedua berhasil didirikan, cicilan KPR mereka pun telah lunas. Kebetulan pula di tabungan mereka ada kelebihan ‘uang nganggur’ yang bisa digunakan sebagai dana investasi.
“Kita nggak berani investasi yang berisiko, mau usaha sampingan pun belum berani karena kita masih full bekerja, jadinya tidak bisa meng-handle secara langsung. Jadi investasi rumah lebih cocok buat kami,” ujar Lani.
Akhirnya perburuan rumah pun dimulai, mereka langsung berkeliling tetapi tidak jauh-jauh. Lagi-lagi di area sekitar Tanah Baru (Depok) lagi. “Kita tuh nggak kepikiran keluar dari Tanah Baru,” gelak Lani.
Cerita Rumah Lani: Berburu Rumah Ketiga, Kriteria Kamar Harus Tiga
Karena sudah sangat kenal dengan area Tanah Baru, Depok, berkeliling mencari rumah pun jadi tidak sulit. Pasangan ini sudah paham betul sebelah mana daerah yang nyaman. Beberapa perumahan pun disambanginya.
“Kita nggak punya kriteria khusus mau cari rumah yang seperti apa. Yang penting ada tiga kamar. Kalau untuk konsep rumahnya juga pengen yang simpel saja, nggak terlalu ramai model rumahnya,” jelas Lani.
Akses masuk ke perumahan yang lapang juga dicari oleh mereka, karena di rumah kedua jalan masuknya sempit. Kalau Lani dan keluarga mau pergi menggunakan mobil, harus melewati gang di mana orang harus memindahkan motornya dulu. “Kita sering nggak enak kalau pulang-pergi. Padahal kegiatan saya, suami, dan anak-anak banyak,” kenang Lani.
Temukan juga beragam tips, panduan, dan informasi mengenai pembelian rumah, KPR, pajak, hingga legalitas properti di Panduan Rumah247.com
Mereka sempat membayar booking fee untuk sebuah rumah yang mereka temukan, jumlahnya sebesar Rp5 juta. Tetapi tiba-tiba mereka melewati sebuah area klaster kecil yang sedang membangun dua unit rumah contoh.
Bangunan rumah di klaster tersebut terdiri dari dua lantai dengan luas tanah yang berbeda-beda karena lahan klaster tersebut bentuknya juga miring. Lani senang karena rumahnya dibangun dengan bahan bangunan yang baik, tampak kokoh, rumahnya bagus, dan jalan masuknya juga tidak sempit. Dan diputuskanlah mengambil rumah di sini.
“Lucunya, ternyata pihak pengembang mini klaster ini kenal dengan bapak saya. Akhirnya malah bapak saya yang banyak bertanya sekaligus nego-in ha ha ha,” cerita Lani. Bisa dibilang karena kenal, maka prosesnya pun nyaris tanpa kendala. Uang booking fee yang sempat dibayarkan di perumahan lain yang sempat diincar pun hangus.
Cerita Rumah Lani: Rumah Dua Lantai Harga Rp900 Jutaan, Nego Satu Lantai Jadi Rp700 Jutaan
Ada hal unik saat pembelian rumah ketiga ini. Klaster yang hanya berisi tujuh rumah tersebut rencananya akan dibangun rumah dua lantai. Tapi untuk rumah Lani hanya satu lantai. Apa pasal?
Usut punya usut ternyata Lani ingin meminta agar rumahnya dibangun satu lantai saja. Menurutnya, rumah sesuai dengan kebutuhannya saja, yang penting ada tiga kamar untuk ia dan suami, dan kedua anaknya.
“Awalnya hanya iseng, saya minta tolong bapak saya untuk tanya ke pengembangnya itu. Bapak pun ngomong ke temannya ‘anak saya sanggupnya cuma satu lantai’. Eh diizinkan! Saya pun pilih kavling yang di pojok supaya nggak kelihatan jika bangunannya beda,” jelas Lani.
Tips Negosiasi dengan Bank Saat Ajukan KPR
Setelah Lani diizinkan membeli rumah satu lantai saja, malah seluruh kavling lainnya juga meminta hal yang sama. “Ternyata malah jadi lebih laris rumah satu lantai ha ha ha,” tambah Lani sambil tergelak.
Jika seharusnya harga rumah dua lantai tersebut dibanderol dengan harga Rp900 jutaan, dengan bangunan hanya satu lantai Lani bisa mendapatkan harga di kisaran Rp700 jutaan. Rumah di pojokan dengan luas tanah 105 m2 dan luas bangunan 60 m2.
Pada saat memutuskan membeli rumah ketiga ini, cicilan KPR rumah kedua Lani juga sudah selesai, lunas. Pada saat akan membeli rumah ketiga ini, prinsip Lani dan Ismail adalah tidak boleh ada dua utang agar tidak menjadi berat. Apalagi dalam mengatur keuangan prioritas terbesar mereka adalah anak-anak. Kebutuhan anak seperti makan tidak boleh kurang, pendidikan pun harus berkualitas.
Sebelum mulai perhitungan pembelian rumah dengan pengembang, terlebih dahulu Lani telah berhitung sendiri untuk mengetahui kira-kira berapa angka yang harus dikeluarkan untuk cicilan KPR-nya nanti.
Cerita Rumah Lani: Ambil Tenor KPR 15 Tahun Agar Cicilan dan Bunganya Ringan
“Target khusus atau bujet maksimal untuk harga rumah tidak ada angka pastinya, kita hanya berpatokan pada uang yang kita punya untuk membayar DP rumah, serta besaran cicilan KPR yang sekiranya akan disetujui oleh bank,” ujar Lani.
Walaupun pihak pengembang pasti akan membantu perhitungan pembiayaan pembelian rumah tersebut, tetapi ibarat sebelum maju ke medan perang, Lani telah memiliki gambaran hitungan kasar untuk angka KPR-nya.
“Sebelum ke pengembang, saya sempat menggunakan
Kalkulator KPR yang ada di
Rumah247.com terlebih dahulu sehingga bisa mengira-ngira cicilan per bulannya. Jadi waktu dihitung lagi sama pengembangnya, kita sudah tidak khawatir KPR ditolak. Apalagi kan pengembang supaya rumahnya laku lebih jago hitung-hitungannya, bisa bantu
neken DP,” kata Lani.
Cara menggunakan kalkulator KPR sangat mudah, hanya perlu mengisi tiga indikator. Yang pertama, masukkan jumlah pinjaman yang angkanya didapat dari perhitungan harga rumah dikurangi uang muka yang sudah dibayar.
15 Bank dengan Suku Bunga KPR Rendah
Kedua, masukkan
suku bunga pada saat itu. Anda bisa mengetahui informasi besaran suku bunga yang selalu di-
update di
Rumah247.com setiap bulannya. Ketiga, masukkan jangka waktu pinjaman. Untuk saat ini jangka waktu pinjaman adalah 30 tahun.
Kembali ke Lani, seluruh proses pengurusan pembelian rumah ketiga ini sudah satu paket jasa yang diberikan oleh pihak pengembang. Segala urusan surat-surat, notaris, dan biaya tambahan lainnya jadi urusan pengembang. Jadi mereka tinggal melakukan akad kredit di bank pemberi KPR.
“Uang yang kita siapkan untuk DP rumah jumlahnya juga pas 30 persen dari harga rumah. Jadi persetujuan KPR pun lancar. Kita sengaja ambil tenor KPR 15 tahun, supaya suku bunganya kecil dan cicilannya tidak terlalu besar. Agar kita masih bisa menabung,” jelas Lani.
Cerita Rumah Lani: Top Up Cicilan Setiap Tahun, KPR 15 Tahun Lunas Tiga Tahun
Lani mengakui bahwa kendala dalam target melunasi KPR harus diimbangi dengan ketatnya perencanaan keuangan keluarga. Di mana cashflow harus cermat, tidak boleh ada utang lagi. Total cicilan utang pun maksimal 30 persen dari total penghasilan bulanan.
Keputusan Lani mengambil KPR dengan tenor 15 tahun memang ditujukan agar mendapatkan suku bunga kecil dan cicilan yang tidak terlampau besar. Tapi sebenarnya ada strategi lain yang menjadi tujuan utama mereka, yaitu agar lebih cepat pelunasannya.
“Kita berhemat dengan tujuan bisa menabung banyak untuk persiapan top up, jadi bisa ‘nge-bom’ pokok cicilan,” jelas Lani. Pada salah satu persyaratan KPR, top up cicilan hanya bisa dilakukan setelah KPR berjalan selama satu tahun. Jangka waktu ini dipergunakan secara maksimal oleh Lani dan Ismail untuk menabung.
Lani memaparkan logikanya, “Dalam KPR itu besar bunga cicilan bisa lima kali lipat dari pokok cicilan. Kalau kita top up dan nge-bom cicilan pokok KPR dengan jumlah besar, otomatis kan bunga cicilannya ikut turun juga. Hal ini menjadi strategi KPR cepat lunas.”
Tips Rumah247.com
Agar cicilan KPR lancar dan bisa cepat lunas, solusinya adalah rajin menabung dan menghilangkan segala sesuatu pengeluaran yang ‘berbau’ gaya hidup. Berbelanja sesuai kebutuhan, dan tunda dulu segala keinginan terkait rumah baru, misalnya membeli furnitur lengkap.
Top up yang boleh dilakukan saat itu besarnya minimal 10% dari nilai sisa utang, dan telah melalui proses KPR selama satu tahun. Proses top up pertama yang dilakukan Lani dan Ismail berhasil ‘memotong’ waktu KPR kurang lebih hampir dua tahun jika dilihat dari cicilan pokoknya.
“Wah kalau kita terus mencicil KPR sesuai tenor 15 tahun, harga rumah saya jadi Rp1 miliar! Kita setiap tahun top up, jadi KPR alhamdulillah berhasil lunas dalam tiga tahun. Kalau saya hitung-hitung, selama tiga tahun KPR besaran bunga yang kita bayarkan sebesar Rp84 juta,” papar Lani.
Strategi ini jitu dijalankan, asal dengan perencanaan cashflow yang matang dan tekad untuk berhemat agar tabungan menjadi besar untuk keperluan top up. Top up menutup utang pada cicilan pokok agar bunganya turun terus. KPR Lani pun lunas di tahun 2019.
“Cara nabung kita, setiap bulan menganggap cicilan KPR angkanya dua kali lipat dari angka cicilan sebenarnya. Jadi nilai satu kali cicilan itu kita tabung. Walau setelah top up cicilannya turun, tetapi jumlah yang kita tabung tidak dikurangi. Terus seperti itu hingga KPR lunas. Alhasil, THR dan uang bonus sama sekali tidak kita nikmati saat itu ha ha ha,” kata Lani.
Cerita Rumah Lani: Menabung Lagi Buat Bangun Ruko untuk Masa Pensiun Nanti
Pada saat rumah ketiga ini selesai dibangun, Lani hanya menambahkan atap pada bagian dapur yang terbuka di area belakang. Dan tahun 2020 lalu ia hanya membuat tambahan tempat jemuran di atas. Ia merasa sudah sangat nyaman dengan rumah ketiganya ini.
“Sebenarnya dari rumah pertama, tidak pernah terbayang bisa punya rumah kedua dan ketiga ini, kita tidak ada target khusus. Saat ini rumah kedua akhirnya orang tua saya yang tempati, sementara rumah mereka dikontrakkan. Supaya uangnya bisa berputar,” jelasnya.
Setelah KPR lunas, Lani mengaku tidak mau punya utang lagi. Tapi jika tiba-tiba ada rezeki lagi, dengan pasti ia menjawab yang dibeli properti lagi. Lokasinya, “Sebisa mungkin di Tanah Baru, Depok juga ha ha ha,” ujar Lani.
Di Tanah Baru, Lani merasa nyaman. Selain dekat dengan banyak kerabat yang bisa saling tolong-menolong, lingkungannya pun masih asri. Untuk akses juga cepat dan mudah mau ke Jakarta atau Bogor misalnya. Lani sendiri bekerja di area Pasar Minggu, sementara Ismail di area Kuningan, Jakarta Selatan. Kedua anak mereka sekolah di daerah Jagakarsa dan Srengseng Sawah.
“Kita rezekinya banyak dari saudara-saudara, bukan dalam hal materi tetapi ‘tangan’, dan ini lebih berharga. Alhamdulillah bisa saling bantu, urusan anak sekolah dan urusan jaga rumah ada saja saudara yang bantu,” jelas Lani.
Saat ini Lani dan Ismail masih melanjutkan proses menabung. Dari sebidang tanah yang telah mereka beli lagi, tabungan ini nantinya akan diperuntukkan untuk membangun sebuah ruko kecil, persiapan masa pensiun nanti.
“Karena suami sebentar lagi pensiun, jadi kita siap-siap saja untuk tempat usaha kita nantinya, walaupun belum tahu apa. Jadi proses nabung jalan terus nih ha ha ha,” ujar Lani menutup pembicaraan.
Itulah cerita pengalaman Lani mewujudkan rumah impian. Pengalaman membeli rumah dua kali membuat pembelian rumah ketiganya dengan strategi KPR berhasil lunas dengan cepat. Masih ada banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah.
Hanya Rumah247.com yang percaya Anda semua bisa punya rumah
Penulis: Erin Metasari, Foto: Hadi Barong